Lihat ke Halaman Asli

Resesi Ekonomi 2023 dari Tinjauan Ekonomi Politik Melalui Pendekatan Post Keynesian

Diperbarui: 26 Oktober 2022   23:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Resesi ekonomi 2023 telah menjadi isu yang hangat diperbincangkan belakangan ini. Banyak media, atau bahkan influencer yang menyampaikan akan terjadinya hal tersebut yang digadang-gadang akan terjadi pada tahun 2023. 

Namun, sebelum membahas persoalan ini lebih lanjut, apakah yang dimaksud resesi ekonomi? Bagaimana permasalahan ini dilihat dari kacamata ekonomi poitik?, serta bagaimana Indonesia menghadapi kondisi tersebut?.

Resesi ekonomi sendiri merupakan sebuah fase dimana kondisi terjadi penurunan performa kegiatan ekonomi secara makro. Merujuk pada National Bureau of Economic Research (NBER), resesi didefinisikan sebagai penurunan yang signifikan dalam aktivitas ekonomi yang terjadi di pasar, berlangsung lebih dari beberapa bulan. 

Biasanya,terlihat  dari PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, dan penjualan grosir maupun eceran. 

Ciri-ciri resesi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang membentuk neraca negatif dan berlangsung selama dua kuartal berturut-turut. Kondisi tersebut dipicu oleh beberapa peristiwa, seperti; krisis finansial, supply shock, maupun bencana kemanusiaan, misalnya konflik atau pandemi. 

Menurut ekonom Richard C. Koo, kondisi perekonomian yang baik harus menitik beratkan masyarakat sebagai pihak yang menabung, dan korporasi sebagai pihak yang yang meminjam, dengan anggaran pemerintah hampir seimbang, serta ekspor negara bersih mendekati nol.

Pemicu terjadinya resesi adalah penurunan perekonomian negara akibat beberapa aktivitas ekonomi yang memicu otoritas untuk mengeluarkan kebijakan fiskal tertentu, misalnya menaikkan suku bunga. 

Hal tersebut dewasa ini terjadi secara global, yakni kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed). Mengutip dari CNBC Indonesia, Bank Sentral AS telah menaikkan suku bunga sebesar lebih dari tiga persen atau setara tiga ratus poin, yang akan dilakukan secara kontinyu. 

Kenaikan suku bunga tersebut didasari oleh tingginya kondisi inflasi global yang disebabkan oleh kenaikan biaya energi. Tingginya harga energi tersebut sangat erat kaitannya dengan konflik bersenjata di Ukraina sehingga pasokan suplai bahan bakar gas alam terganggu secara signifikan.

Suku bunga yang melambung tinggi kemudian menyebabkan dunia usaha menjadi terhambat dan daya beli masyarakat akan menurun, saat inilah resesi terjadi secara teknis. Meski resesi merupakan hal yang "wajar" terjadi, namun pada tahun 2023 tingkat keparahannya dinilai sudah membahayakan. 

Ketika tingkat inflasi semakin tinggi dan PDB semakin melambat, maka secara perlahan kondisi perekonomian kian memburuk. Saat ekonomi memburuk, serangkaian permasalahan sosial pun bermunculan, seperti dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kriminalitas yang tinggi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline