Oleh: Dr (C). Muhammad Yunan Harahap, M.Pd.I (Dosen Prodi PAI Universitas Pembangunan Panca Budi Medan)
Baumi Syaibatul Hamdi Siregar, S, HI, MH (Pengacara dan Pemerhati Poda Na Lima)
Falsafah Poda Na Lima, yang berakar dalam budaya suku Angkola dan Mandailing, menawarkan panduan mendalam tentang kebersihan dalam lima aspek kehidupan yaitu paias rohamu, paias pamatangmu, paias pakaianmu, paias bagasmu dan paias pakaranganmu. Perlu kita ketahui bahwa falsafah Poda Na Lima ini bisa dikatakan hampir dilupakan oleh masyarakat karena kurang di akomodir dan diperhtikan oleh tokoh adat, terlebih oleh pemangku kekuasaan.
Di tengah kepungan lupa, muncul seorang tokoh yang berani mengibarkan bendera kearifan lokal, Abangda Jon Sujani Pasaribu. Lahir dan dibesarkan di Kota Padangsidimpuan yang kental dengan nilai-nilai kearifan lokal, Beliau tidak hanya menyaksikan tapi juga merasakan langsung bagaimana falsafah Poda Na Lima mulai menghilang dari praktik kehidupan sehari-hari masyarakat. Melihat kondisi tersebut, beliau tidak tinggal diam. Dengan semangat yang berkobar-kobar, Abangda mengambil inisiatif untuk menghidupkan kembali falsafah yang hampir terlupakan tersebut. Sebagai seorang akademisi, kami juga merasa terpanggil untuk ikut ambil bagian tanggungjawab dalam melestarikan falsafah Poda Na Lima ini melalui mengkaji kembali nilai nilai yang terkandung di dalamnya.
Setiap Poda yang ada dalam Poda Na lima ini memiliki pandangan yang luas dan mendalam. Dalam tulisan kali ini paling tidak, yang akan di bahas adalah tentang nilai nilai Falsafah Poda Na Lima yang pertama yaitu Paias Rohamu atau nasehat tentang membersihkan hati. Kita bersyukur dan sangat bangga memiliki falsafah Poda Na Lima yang bisa menjadi pedoman hidup untuk berprilaku dalam kehidupan sehari hari. Dalam Islam sangat jelas, perintah untuk membersihkan hati terdapat dalam Alquran dan Hadist.
Alquran, surat Asy-Syams ayat 9-10, yang menekankan pentingnya konsep ini.
Artinya: 9. Sesuungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) 10. dan sungguh rugi orang yang mengotorinya (Agama, 2019).
Selanjutnya dalam Alquran surat Asy-Syu'ara ayat 88-89, Allah juga menekankan pentingnya membersihkan hati:
Artinya: Pada hari itu, harta dan anak-anak tidak akan berguna, kecuali bagi orang-orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih (Agama, 2019)
Hati yang bersih adalah metafora untuk keadaan batin yang bebas dari segala bentuk penyakit moral dan spiritual, seperti kebencian, kedengkian, keserakahan, dan sikap egois. Sebuah hati yang bersih mencerminkan iman yang kuat, ketakwaan, dan kepatuhan kepada perintah Allah, serta sikap yang penuh kasih dan empati terhadap sesama. Dalam konteks ayat ini, kebersihan hati menjadi syarat utama untuk mendapatkan keselamatan di akhirat. Ini menegaskan bahwa nilai-nilai spiritual dan moral memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan kekayaan materi dan status sosial. Oleh karena itu, ayat ini mengajak umat manusia untuk memprioritaskan pemurnian jiwa dan pembangunan karakter yang baik sebagai persiapan untuk kehidupan setelah mati.
Kedua ayat tersebut di atas, menjelaskan dengan sangat jelas tentang pentingnya membersihkan hati menurut Allah, sebuah prinsip yang sejalan dengan kearifan lokal Poda Na Lima, yaitu Paias Rohamu (bersihkan hatimu). Untuk lebih memperkuat dan menegaskan ayat-ayat tersebut, sebuah hadits Rasulullah SAW: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)