Tahun ini Kota Lubuklinggau merayakan Hari Jadi ke 23 tahun jatuh pada tanggal 17 Oktober 2024, menyadur penetapan Otonomi Daerah dari Kabupaten Musi Rawas 17 Oktober 2001.
Topografi ibukota Onder Afdeling Musi Ulu Muara Beliti berbukit-bukit dan susah untuk ditembus para pekerja paksa jalur rel kereta api Perusahaan Zuid Sumatera Staatsspoorwegen (ZSS). ZSS merupakan anak perusahaan Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda yang beroperasi di Lampung dan Sumsel. Berbelok arah menuju Kota Padang Rejang Lebong. Padahal pengerjaan telah ada di Muara Saling Empat Lawang, untuk lanjut pengerjaan dimulai dari wilayah Marga Tiang Pupung Kepungut yang saat ini menjadi Kecamatan Tiang Pumpung Kepungut (TPK) di Kabupaten Musi Rawas. Akhirnya mengarah ke Linggau yang selesai pengerjaannya di tahun 1933.
Masuknya Belanda ke wilayah ini, menurut buku Selayang Pandang Kabupaten Musi Rawas, terjadi setelah jatuhnya Kesultanan Palembang, serta enam Pasirah dari Pasemah Lebar ke tangan Pemerintah Belanda sekitar tahun 1866. Sejak saat itu, Belanda mengadakan ekspansi dan penyusunan pemerintahan di daerah ulu Palembang yang berhasil dikuasainya, dengan menggunakan metode dekonsentrasi.
Sejak pembangunan jalan rel kereta api itu, Muara Beliti dinilai tidak bisa dipertahankan lagi sebagai ibu kota Oafd Musi Ulu, sehingga pada tahun 1933 ibu kota pindah ke Lubuk Linggau. Meskipun demikian, kedudukan Lubuk Linggau sebagai ibu kota Kabupaten Musi Rawas, tercatat resmi tanggal 20 April 1943 setelah Oafd Musi Ulu digabung dengan Oafd Rawas.
Sebelum tahun 1928, Lubuk Linggau hanyalah sebuah desa kecil yang kurang begitu dikenal. Maka dari itu, dilengkapi fasilitas umum ciri sebuah kota, kolonial membangun rumah sakit, alun-alun kota, perkantoran kewedanan, stasiun kereta api dan pasar yang kesemuanya dibangun dalam Kelurahan Pasar Permiri Kecamatan Lubuklinggau Barat II sekarang. Mulailah warga melakukan eksodus ke Lubuk Linggau ini, warga lokalan seperti dari Marga Sindang, Marga Musi, Marga Batu Kuning, Marga Rawas, Marga Lintang bahkan orang-orang perantau Jawa ikut mendirikan sebuah Kampung SS dan bermukim di kota kecil ini.
Tentu dinamika menjadi ibukota tidak lepas dari kosentrasi peperangan pada zaman itu. Pada tanggal 17 Februari 1942, pasukan Jepang mulai masuk ke Lubuklinggau menggunakan kereta api dari rute Kertapati, Palembang. Tujuannya ialah untuk mengambil alih kekuasaan Belanda yang telah kalah dalam Perang Asia Timur Raya yang bertekuk lutut di bawah bendera Hinomaru Jepang.
Pada hari itu, juga dilaksanakan serah terima pemegang kekuasaan Belanda atas wilayah Onder Afdeeling Moesie Oeloe dari controleur De Mey kepada pihak militer Jepang yang diwakili oleh Cato. Sejak saat itu, gedung controleur yang didiami bekas De Mey diambil alih menjadi tempat kediaman Cato sebagai kepala pemerintahan.
Lubuk Linggau pernah dijadikan sebagai pusat perjuangan Sumatera Selatan, Juli 1947 sampai Desember 1948, sebagai markas Subkoss Garuda Sriwijaya. Pada waktu Clash I tahun 1947, Lubuklinggau dijadikan ibu kota pemerintahan Provinsi Sumatera Bagian Selatan. Tahun 1948 Lubuklinggau menjadi ibu kota Kabupaten Musi Ulu Rawas dan tetap sebagai ibu kota Karesidenan Palembang.
Status Kota Lubuk Linggau terus berubah. Pada tahun 1956 Lubuklinggau menjadi Ibukota Daerah Swatantra Tingkat II Musi Rawas. Tahun 1981 dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tanggal 30 Oktober 1981 Lubuklinggau ditetapkan statusnya sebagai Kota Administratif. Tahun 2001 dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2001 tanggal 21 Juni 2001 Lubuklinggau statusnya ditingkatkan menjadi Kota. Pada tanggal 17 Oktober 2001 Kota Lubuklinggau diresmikan menjadi Daerah Otonom.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H