Lihat ke Halaman Asli

Prespektif Ulama tentang Hukum Perdata

Diperbarui: 29 Maret 2023   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1.Hukum Perdata Islam adalah segala yang Berkaitan dengan Hukum perkawinan, Hukum Perdata ISLAM Di Indonesia Kewarisan dan pengaturan masalah Kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan jual beli, pinjam meminjam, persyarikatan (kerjasama bagi hasil), pengalihan hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi.

2.Asas perkawinan menurut UU No. 1/1974 adalah: (1) Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal; (2) Sahnya perkawinan sangant tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing; (3) Asas monogami; (4) Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya;

3. Pentingnya pencatatan perkawinan secara sosiologis memiliki pengaruh yang kuat terlebih bagi kelompok perempuan, dikarenakan secara sosiologis perempuan termasuk kedalam kelompok rentan yang seringkali lemah bila berhadapan dengan hukum dan sering dianggap sebelah mata oleh masyarakat, sehingga perkawinan yang tidak dicatatkan akan berakibat banyaknya kerugian terhadap wanita itu sendiri.

Mulai dari pandangan masyarakat yang menganggap perempuan tersebut tercela, tidak adanya kepastian hukum akan pernikan sehingga tidak adanya payung hukum yang melindungi perempuan tersebut dalam mendapatkan nafkah, terlebih pada saat suaminya meninggal, maka ia juga tidak bisa mendapatkan warisan,

Dari segi relgius memang tidak ada yang mendasari bahwa pernikahan hrus dicatat, namun perkawinan juga disebut sebagai perikatan antra dua belah pihak sehingga di dalam hukum islam sebuah perikatan haruslah dicatat dan dihadiri oleh saksi.

Secara keagamaan hal itu juga menjadi pengikat akan adanya sebuah perkawinan, sehingga dikemudian hari, salah seorang tidak dapat melakukan perkawinan yang lain dikarenakan ia telah terctat telah menikah, dengan tidak adanya pencatatan perkawinan maka akan tercipta pula perkawinan yang lain yg dimana hal tersebut dilarang dalam islam jika perempuan menikah lebih dari satu suami sedangkan ia masih memiliki ikatan yang sah dalam perkawinan. Sehingga tidak dicatatkannya perkawinan akan dapt menimbulkan perkawinan lain yang tidak sah.

4.Pendapat ulama terkait dengan perceraian wanita hamil, ulama' Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa menceraikan istri ketika hamil itu boleh hukumnya, sesuai dengan hadis Ibnu Umar ketika dia menceraikan istrinya dalam keadaan haid. Umar pun menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW., kemudian beliau menjawab: :

Dalam hadis di atas. Dijelaskan bahwa Ibnu Umar menalak istrinya ketika pada masa haid dengan sekali talak, kemudian hal itu ditanyakan kepada Rasulullah SAW. Dan beliau bersabda "Suruhlah dia merujuknya, kemudian boleh ia menalaknya jika telah suci atau ketika ia hamil".

5.Meski perceraian itu dibolehkan dalam syariat Islam, akan tetapi perceraian itu sangat dibenci Allah dan rasul-Nya. Sebab perceraian bukan saja memutus hubungan pernikahan suami istri melainkan berisiko besar menyebabkan konflik dan renggangnya hubungan antardua keluarga yakni dari pihak suami dan pihak perempuan. Bahkan perceraian berdampak besar bagi anak-anak. Sebab mereka tidak akan bisa lagi mendapati kehangatan keluarga yang utuh dalam satu atap. :

Rasulullah bersabda: "Perkara halal yang sangat dibenci ialah talak (cerai)." (Kasyful Ghummah, halaman. 78, jilid 2)

6. Judul buku azas-azas Hukum Perdata dengan demikian asas hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum. Karena itu bahwa asas hukum merupakan jantung dari peraturan hukum. Dikatakan demikian karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline