Kisaran bulan Desember 2012, saya ke Jogja melalui Surabaya. Tepat di Terminal Bis Solo, saya dihampiri seorang pedagang asongan. Saat berkenalan, saya menyebutkan asal saya dari Flores Timur. Mendengar itu, beliau langsung menvonis saya sebagai Orang Katolik.
Karena menurutnya, orang Flores Timur atau Flores pada umumnya, pasti beragama Katolik. Padahal, saya Muslim dan muslimnya saya itu turun-temurun dari leluhur saya.
Memang, Kabupaten Flores Timur, terkenal sebagai daerah dengan mayoritas penduduk beragama Katolik. Bahkan, Kota Larantuka termasyhur dengan julukan Kota Sarani sebagai sebutan untuk kota pusat agama Nasrani di NTT.
Flores Timur pun terkenal di tingkat nasional dan mancanega dengan tradisi Katoliknya yakni perayaan Pekan Suci Semana Santa, akulturasi budaya Bangsa Portugis dan Kerajaan Katolik Larantuka, dalam momentum Hari Raya Paskah.
Baca juga : Prespektif Psikologi dan Islam terhadap Memori dan Daya Ingat
Berdasarkan data dari Kemenag Kabupaten Flores Timur tahun 2014, dari total penduduk 281.086 orang, penganut Katolik sebanyak 217.944 orang atau 78%. Sedangkan, penganut Kristen sebanyak 2.292 orang atau 0,82%.
Penganut Hindu sebanyak 163 orang atau 0,06%. Penganut Budha sebanyak 14 orang atau 0,004%. Penganut Konghucu sebanyak 3 orang atau 0,001%. Sementara itu, penganut Islam sebanyak 60.144 orang atau 21% dari jumlah penduduk Flores Timur.
Data tersebut menunjukkan bahwa umat Islam menempati urutan kedua jumlah penduduk berdasarkan agama di Kabupaten Flores Timur. Karenanya, sterotype bahwa orang Flores Timur pasti Orang Katolik rasanya gugur dengan sendirinya.
Baca juga : Self Awareness dalam Pengamalan Ajaran Islam di Era Digital
Kerajaan Lamahala dan Sistem Pemerintahannya
Salah satu desa di Kabupaten Flores Timur yang seratus persen penduduknya beragama Islam, yakni Desa Lamahala Jaya. Desa ini merupakan desa gaya baru dari Kerajaan Lamahala yang hidup dan berkembang sebelum abad ke-13 M.