Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia bagi umat Islam. Semua bersuka cita menyambut kedatangannya. Tidak peduli yang tua atau yang muda, mereka bergembira ketika Ramadhan tiba.
Suasana kebatinan yang begitu khusuk, menambah hening dan syahdunya bulan Ramadhan. Mendadak semua umat Islam berbenah mempersiapkan diri dengan ibadah yang begitu mulia, puasa.
Meski sejatinya, mereka harus menguatkan jiwa dan raga dalam menjalani puasa, namun semangat atas dorongan rasa iman dan taqwa telah mampu membelenggu hawa nafsunya. Puasa seharian selama sebulan pun ringan rasanya. Bahkan tak jarang, malah nikmat puasalah yang mereka dapatkan.
Meski begitu, ada saja kiranya hal-hal yang tanpa disadari, telah mencederai hakekat puasa yang sesungguhnya. Bahkan tak jarang, justru menghilangkan makna puasa itu sendiri.
Meskipun mereka telah mampu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, seperti menahan makan dan minum hingga batas waktu yang telah ditentukan, namun tak mampu menahan diri dari perilaku fakhsya' dan munkar.
Orang nya puasa, fisik atau jasmaninya puasa, tetapi jiwa, hati dan pikiran nya tidak demikian halnya.
Hal itulah kiranya yang menyebabkan puasa itu menjadi tidak bermakna. Bahkan bisa berpotensi menjadi sia-sia. Seperti tidak sedang berpuasa saja. Seperti puasa sungguhan saja, tapi tidak. Pura-pura saja. Rugi sebesar-besarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H