Sewaktu masih SD, Rifqy pernah diajak jalan-jalan oleh ayahnya ke tempat wisata seluas 80 hektar. Dengan menggunakan sepeda motor, ayah dan anak itu menempuh perjalanan dari rumah ke tempat wisata tersebut selama 30 menit. Sesampainya disana, ayahnya langsung memarkirkan motor di lahan parkir yang sudah disediakan dengan tarif 2000/jam. Rifqy yang pada saat itu baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat wisata -yang diresmikan pada tahun 1975- langsung gembira dan meminta ayahnya untuk cepat-cepat memfotokannya.
Setelah berpuas foto dan menikmati pemandangan sore di tempat wisata tersebut dan ingin bersiap-siap untuk pulang, tiba-tiba saja sakit perut melanda Rifqy. Sontak saja, Rifqy langsung meminta ayahnya untuk menemaninya ke toilet yang ada disana untuk buang air besar. Setelah menyelesaikan BAB nya dan sudah keluar dari toilet, ia lantas bertanya pada ayahnya
"Buang air di toilet tempat wisata kaya gini bayar juga ya yah?" Tanya Rifqy dengan penasaran
"Betul nak, untuk menjaga kebersihan toilet itu kan diperlukan biaya juga" Jawab ayahnya
"Oh begitu ya yah, aku kira parkir aja yang bayar"
"Hanya ketika kita bernafas saja nak yang gratis, yang lainnya bayar terus.
Gratis adalah sebuah kata yang jarang kita temukan lagi ketika kita hidup pada hari ini. Mungkin, kalau kita sadari ketika kita mermakirkan motor di lahar parkir mall, atau kita pernah buang air di toilet umum; tentu kita harus keluar uang untuk membayar parkir dan toilet tersebut. Padahal kedua hal itu merupakan fasilitas umum yang pada dasarnya harus gratis. Ketika kedua hal itu saja sudah dikomersialisasikan, jangan heran pada bidang-bidang lain yang esensial seperti pendidikan dan Kesehatan itu harus bayar. Nyatanya, begitulah kita di zaman ini, tak ada yang gratis.
Ketika kita membahas kedua hal seperti parkir dan toilet umum, konsep 'bayar' itu tentunya sudah merebak di kota-kota besar, terutama di Jakarta. Dari zaman SBY masih menjabat sebagai presiden, kedua hal itu memang sudah tidak gratis lagi. Lugasnya, sebenarnya tidak begitu masalah apabila kita memarkirkan motor di parkiran resmi dan legal, ataupun buang air di toilet umum. Toh, selama itu sifatnya resmi tidak ada masalah.
Akan tetapi yang menjadi masalah adalah --pada contoh parkir- sering kali kita melihat ada orang-orang yang memanfaatkan bahu jalan untuk dikomersialkan menjadi lahan parkir. Tentunya hal ini merupakan perbuatan yang terlarang dan ilegal. Orang-orang seperti itu sudah pasti meraup keuntungan yang tidak sedikit. Malahan, dari pengalaman saya yang pernah parkir di bahu jalan, berbicara tentang tarif, itu lebih mahal yang illegal daripada yang legal. Biasanya yang legal itu 2000/jam; namun ketika kita parkir di lahan yang illegal, belum sampai 1 jam saja kita sudah 'dipalak' uang sebesar 4000.
Berbicara tentang parkir, tentu tak selamanya parkir itu berbayar. Ada beberapa tempat seperti minimarket dan toko ritel yang menyediakan lahan parkir gratis, sebab hal itu sudah menjadi sebuah pelayanan untuk pelanggan-pelangannya. Namun pada realitanya, ketika kita pergi ke sebuah minimarket, pasti disana ada aja tukang parkir yang sengaja menjaga kendaraan kita agar ia mendapatkan uang. Meskipun tidak wajib membayar, tetapi ada saja oknum tukang parkir liar yang kalau kita tidak membayar parkir, dia langsung marah dan memaksa kita untuk bayar
Pernah satu waktu, saya sempat adu mulut dengan salah seorang tukang parkir liar. Ketika itu, saya dan teman saya sempat berhenti di sebuah atm yang bersebelahan dengan toko-toko. Situasinya pada saat itu; teman saya yang mengambil uang, sementara saya tetap duduk menunggu di atas motor. Setelah teman saya keluar dari atm dan hendak menyalakan motor, tiba-tiba saja ada tukang parkir yang muncul dan memintai kami uang parkir. Aneh sekali bukan? Padahal saya sendiri tidak turun dari motor tersebut dan hanya sebentar. Hal-hal seperti inilah yang harusnya dibenahi secara tuntas dan perlu mendapat perhatian dari pejabat pemerintahan terkait.