Mungkin, kita pernah mengira bahwa ketika kita diciptakan seperti tidak ada guna nya. Kita pernah menganggap bahwa Allah menciptakan manusia itu dalam penciptaan yang sia-sia, bahkan disebut asal bikin saja.
Sampai-sampai Allah bertanya dalam Al Qur'an pada orang-orang yang menganggap demikian, Afahasibtum annama khalaqnakum Aabathan - Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja).
Namun, pernyataan dan prasangka Sebagian manusia itu keliru. Bahwa setiap yang diciptakan ke muka bumi ini, bahkan keseluruhannya diciptakan dengan keseriusan yang ada. Setiap manusia yang diizinkan tampil di muka bumi ini pasti ada manfaat dan kebaikan yang terkandung di dalamnya, Walaupun itu hanya sedikit, dan walaupun seringkali kita tidak menyadarinya.
Hidung yang digunakan untuk menghirup napas, ditaruh pas dan strategis letaknya, yaitu di tengah wajah manusia. Begitupun mata yang digunakan untuk melihat, juga diciptakan dan diletakkan di bawah kening kita. Juga telinga, bibir, dan organ tubuh lainnya, semuanya Allah ciptakan kepada manusia sesuai dengan fungsi dan tata letaknya.
Apakah dengan semua itu yang diberikan oleh Allah, Sebagian dari kita masih menganggap bahwa pencipta rabbul 'alaamiin menciptakan manusia dengan main-main? Belum lagi nikmat-nikmat dan karunia yang tidak terlihat yang diberikan olehnya. Maka, mindset itu harus berubah.
Karena nya, ketika kita menganggap diri serba tidak ada guna nya, yha mungkin dari kitalah yang kurang optimal untuk memanfaatkan nikmat yang sudah disediakan.
Dari kitalah yang kurang bersemanagat untuk mengejar ambisi yang pada dasarnya harus sudah ditanamkan. Itulah Akar permasalahannya. Jadi, jangan menyalahkan Allah. Salahkan diri kita sendiri yang masih betah dalam kemalasan dan abai untuk mengubah diri untuk tumbuh dan berkembang dalam kebaikan.
Walaupun kita tidak minta untuk diciptakan dan dilahirkan ke dalam dunia ini, namun sejatinya kita sudah menikmati kehidupan ini. Saya yang menulis tulisan singkat ini dan anda yang membaca tulisan ini pada dasarnya sudah dikenakan hak dan kewajiban dalam kehidupan. Kita harus bisa menjadi manusia dan hamba yang selalu menaburkan dan menanamkan segala kebaikan.
Tolak ukur untuk menjadi orang baik bukan tentang seberapa paham seseorang tentang kebaikan, bukan juga seseorang yang sering mendiskusikan dan membicarakan tentang kebaikan. Kalau katanya salah seorang filsuf yang bernama Diogenes, bahwa orang baik itu adalah orang yang mempraktekkan kebaikan yang dipahami serta yang dibicarakannya. Itulah orang baik.
Seringkali pada zaman sekarang, kebanyakan orang tertipu tentang tolak ukur kebaikan ini. Mereka menganggap bahwa orang yang berdiri di mimbar atau di panggung, ceramah tentang kebaikan atau kebijaksanaan, dikiranya seseorang itu adalah benar-benar orang baik dan bijak. Padahal belum tentu. Sebab, seseorang itu pada dasarnya dinilai dari apa yang dilakukannya, bukan dari kata-katanya.
Sebenarnya, berkata tentang kebaikan itu sangat dianjurkan sekali. Bagus juga. Namun alangkah lebih indahnya apabila kita bisa mengimplementasikan kebaikan yang sudah kita tahu teorinya. Kalau perlu Berlomba-lombalah jadi orang baik. Ketika kita menerapkan hal itu, setidaknya fokus kita bisa teralihkan dari suatu lomba yang mencari salahnya orang lain.