Sekarang hingga nanti kita harus memikirkan sesuatu yang lebih fundamental dalam sebuah sistem besar kenegaraan demi mencapai negara baldatun toyyibantun warobbun ghofur.
Apakah desain Negara kita ini bisa mengatasi gempa Palu, bencana tropis sunami Aceh? Jawabannya bisa. Apakah desain Negara kita ini sanggup menahan bencana Letusan krakatau 1883 dengan turunan perubahan iklim yang cukup serius?, atau bahkan letusan tambora sebegitu dahsyat menghancurkan kerajaan-kejaraan tambora yang merubah sosial ekonomi-politik, bahkan lansekap dunia yang mengakibatkan suhu dropped (long winter) di Eropa yang mengakibatkan hewan ternak mati. Lalu muncullah revolusi baru dengan ditemukannya sepedah.
Pasalnya kita tertatih wabah flue Spanyol di Hindia-Belanda pada tahun 1918, maka lahirlah stovia karna dokter Eropa takut terjakit dan mendidik pribumi dijaman neo-penjajahan yang melahirkan dokter-dokter tangguh yang saat ini sedang bertembur di medan pandemi covid-19.
Dalam kacamata yang sama apakah Indonesia mampu mengahadapi ini dengan minimnya sistem kesehatan nasional yang kurang memadai. Maka sebab itu,pertanyaan-pertanyaan Social Economi-Politik sangat relevan untuk kita diskusikan.
Kita harus belajar Dari didikan Che guevara; negara Kuba yang ternyata lebih liat dalam menangani virus ini. Bahkan ribuan dokter telah dipasok menuju Negara-negara Utopia untuk meringankan beban Medis. Mungkin kita juga harus belajar dari Venezuela dalam berkhalayak meski sedang dirundung banyak persoalan politik maupun teretori, Ternyata kita terlampu jauh dari negara-negara itu.
Kelemahan kesehatan nasional maupun tarik ulur kebijakan pusat dan Daerah yang membuat penanganan ini semakin runyam. Darurat sipil menunjukkan ketidak siapa pemerintah dalam menjamin keberlangsungan siklus perekonomian Suatu penduduk. UU No.6 tahun 2018 pasal 55 menjelaskan karantina wilayah, kebutuhan dasar orang dan hewan ternak yang berada dalam lingkungan karang tina wilayah menjadi tanggung jawab pemerintah. Semua ini menunjukkan Pemerintah hanya merepresentasi tanpa menjamin kehidupan keesokan harinya.
Jika kita kalkulasi jumlah kalori minimum yg dibutuhkan Jakarta dengan 9,6 juta penduduk kita hanya butuh 4 triliun untuk mengcover perbulannya. Semua ini tidak relevan dengan pendapatan pajak kita yang mencapai 1000 triliun. Maka pemerintah harus sigap dan tanggap, jangan Cengengesan dan sombong sehingga 100 tahun kedepan kita siap menghadapi masalah sistem ketangguhan kesehatan yang lebih mapan lagi.
Bismillah dan ikhtiar, semoga kita lekas melewati masa pagebluk Covid-19 ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H