Dalam era Digital sekarang media bisa mempengaruhi standar ketampanan atau kecantikan seseorang, Standarisasi ini dapat menimbulkan hal negative seperti Body dysmorphic disorder yang Dimana ini adalah gangguan mental dan menghadapinya perlu penanganan serta komunikasi yang bijak.
Seseorang yang memiliki obsesi berlebihan terhadap satu atau lebih cacat atau kekurangan fisik yang biasanya tidak terlihat atau sangat kecil bagi orang lain adalah Penderita Body dysmorphic disorder, orang tersebut akan sering menghabiskan banyak waktu memikirkan dan mencoba memperbaiki kekurangannya, yang dapat menyebabkan stres emosional dan mengganggu kehidupan sehari-hari. Gangguan ini mempengaruhi interaksi sosial, performa kerja atau sekolah, dan aktivitas sosial..
Fakta mengejutkan yang di dapatkan dari platform media online. Kondisi ini dapat muncul dari lingkungan, Media dan iklan yang menggambarkan standar kecantikan yang tidak realistis bisa membuat seseorang merasa tidak puas dengan penampilannya. penderita ini mayoritas memiliki harga diri yang rendah, perfeksionisme, dan pengalaman traumatis bullying atau pelecehan
Untuk mencegah BDD, penting memiliki komunikasi terbuka, pola hidup sehat, pengelolaan stres yang baik, serta membangun harga diri dan identitas diri. Pendidikan dan kesadaran membantu mengembangkan persepsi diri yang lebih positif. Kurangi pengaruh media sosial dengan melihat konten secara kritis dan selektif. Dukungan kuat dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan sangat diperlukan dalam pencegahan dan penanganan BDD.
Konsultasi dengan psikolog atau psikiater sangat penting jika mengalami gejala BDD, karena mereka dapat memberikan perawatan dan dukungan profesional. Bangun identitas dan harga diri, serta pahami BDD. Komunikasi yang baik dengan penderita atau mereka yang mengalami gejala dapat membantu meminimalkan gangguan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H