Jika dilihat dari pengertian secara bahasa agama memiliki arti “tidak kacau”, dapat pula kita artikan bahwasannya agama memiliki tujuan untuk menghilangkan kerusakan-kerusakan. Kerusakan biasanya berbentuk keegoisan oleh para manusia, dapat dicontohkan seperti, pencurian, kekerasan, penjarahan, dan lain-lain. Pada contoh yang telah disebutkan tadi merupakan sebuah tindakan keegoisan yang disebabkan oleh nafsu buruk manusia. Agama mengatur tingkah laku manusia agar sesuai dengan yang semestinya, agama juga memberikan penjelasan kepada manusia mana yang baik dan mana yang buruk. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, tujuan agama memang untuk mencegah terjadinya kekacauan.
Manusia makhluk sosial, hal ini merupakan teori yang tidak dapat disalahkan. Karena dari manusia dilahirkan itu berkat pertolongan manusia dalam menjalankan persalinan, sulit rasanya melakukannya sendiri. Ketika manusia hidup, ia butuh manusia lain untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, dan juga papan. Ketika manusia meninggal pun ia masih butuh pertolongan manusia dalam menyelenggarakan jenazahnya. Dapat pula kita simpulkan bahwa manusia adalah mahkluk sosial dikarenakan adanya dorongan yang tertanam pada manusia itu sendiri.
Bukti manusia merupakan makhluk sosial dapat kita lihat pada Q.S Ar-Rum ayat 22 yang memiliki arti “Dan di antara tanda-tanda kekuasaannya adalah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”. Pada ayat ini menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan berbangsa-bangsa dan ras yang berbeda-beda, serta aspek keahlian pun berbeda sehingga ia butuh seseorang untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat dipenuhi sendiri.
Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain, sebagaimana dalil yang telah kita bahas diatas manusia memiliki ras dan suku yang berbeda, yang artinya manusia harus menerima perbedaan yang disebabkan beragamnya suku dan bangsa manusia itu sendiri. Menerima perbedaan itu berupa tidak menghina suatu kelompok karena disebabkan kemajemukan atau beragamnya suku dan bangsa. Hal ini merupakan sebuah tindakan baik dalam menerima perbedaan yang terjadi dikalangan manusia.
Paham yang membahas mengenai perbedaan, ialah pluralisme. pluralisme adalah sebuah paham yang menganggap bahwa setiap sesuatu yang ada pasti terjadi perbedaan. Lebih mudahnya pluralisme adalah pengakuan terhadap keanekaragaman (kemajemukan). Contoh sikap paham pluralisme dalam menanggapi perbedaan ialah, saling menghargai, saling menghormati, dan menerima segala perbedaan yang terjadi dikalangan manusia. Cakupan paham pluralisme tidak hanya budaya, bangsa, bahasa, etnis, ras saja, tetapi agama juga termasuk dalam cakupan pluralisme.
Agama merupakan anugrah tuhan yang diturunkan kepada manusia, yang memiliki tujuan sebagai pedoman bagi kehidupan manusia, dan bekal bagi manusia dalam menjalankan kehidupan kedua di akhirat. Dalam kehidupan sosial, agama tidak hanya satu dan agama juga memiliki kemajemukan. Karena adanya kemajemukan itu paham pluralisme perlu memasukkan agama dalam cakupan pembahasannya. Contoh terdekat untuk melihat kemajemukan dalam beragama adalah di negara Indonesia. Agama resmi dan diakui di Indonesia adalah, Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu.
Setiap penganut agama pasti mengakui bahwa kebenaran agama mereka adalah yang paling benar, dan tiada kebenaran selain agama mereka. Hal tersebut menjadi pokok permasalahan manusia dalam menjalankan paham pluralisme pada cakupan beragama. Perbedaan yang ditimbulkan oleh kemajemukan ini adalah seperti perang antar agama, penistaan agama, dan penjarahan. Agama yang memiliki arti menghilangkan kekacauan justru menjadi bahan kekacauan akibat berbedanya agama. Terjadinya kekacauan yang disebabkan agama, menyebabkan seseorang enggan menganut dan menjalankan agama. Hal ini bukan menjadi solusi, malah menjadi bumerang bagi mereka yang menganggap meninggalkan agama adalah solusi untuk menghapus kekacauan. Maka dari itu paham pluralisme perlu dipakai sebagai solusi atas permasalahan ini.
Pemikiran yang mirip dengan pluralisme dalam memahami perbedaan yang ditimbulkan kemajemukan umat beragama ialah moderasi beragama. Moderasi beragama merupakan sebuah pemikiran luhur bangsa Indonesia dalam memahami hakikat agama. Moderasi beragama kadang dipandang buruk oleh masyarakat Indonesia karena hal tersebut menjurus kepada kolaborasi beragama yang semestinya dilarang, terkhusus umat muslim dalam syahadatnya.
Menurut H. Agus Salim (Pahlawan Nasional), seharusnya Islam tidak memepermasalahkan pluralisme, dan tidak terkejut dengan masuknya pemikiran ini. Dapat diartikan pemikiran tadi kita seharusnya sudah terbiasa dengan pemikiran seperti ini pasalnya, Indonesia dibagun oleh agama-agama yang beragam tidakhanya Islam. Indonesia tidak hanya dimiliki oleh satu agama, tetapi dimiliki semua penganut agama. Jika dicontohkan kepada zaman Rasulullah di Madinah, Rasulullah tidak memaksa seseorang menganut agama Islam tetapi membebaskan seseorang beragama tanpa paksaan. Hal ini juga bisa dilihat dengan tindakan Muhammad Al-Fatih dalam pembebasan Konstantinopel, beliau membebaskan penganut agama menganut agamanya dengan tenang.
Moderasi beragama merupakan pemikiran yang hangat diperbincangkan oleh masyarakat beragama yang berada di Indonesia, pasalnya Indonesia tidak lepas dengan kemajemukan beragama. Hal yang diajarkan dalam pemikiran moderasi beragama ini yaitu menganut agama sesuai pada mestinya, yaitu tidak berlebihan dan tidak berkekurangan. Dapat dicontohkan berlebihan yaitu terlalu fanatik dalam beragama, berkekurangan yaitu meninggalkan perintah agama. Moderasi beragama bukan memoderasi agama tetapi penganut agama itu sendiri agar menjalankan agamanya dengan benar.