Lihat ke Halaman Asli

Terlalu Banyak Dialektik Dapat Menghambat Kebijakan

Diperbarui: 4 Desember 2022   02:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Nama Hagel mungkin tidak asing ditelinga kita. Seorang tokoh besar termasyur yang mendapat julukan ‘Bapak dari ilmu logika. Sebagian besar akademisi mengagungkan cara kerja dialektika dan berdialektika tanpa mau menyadari kelemahan falsafah di balik proses dialektika.

Dialektika yang kita kenal terdiri dari tesis antithesis menghasilkan sintesis yang di yakini metode tersebut dapat menentukan kebenaran suatu objek.  Bahasan kali ini akan membahas kelemahan metode dialektika yang sebagian besar digunakan oleh kaum akademisi.

Dalam proses dialektika apakah tesis selalu berpasangan dengan antithesis agar mendapatkan sintesis yang baru lain dari pada yang lain dan selalu bergerak maju mendekati kebenaran ? Sebenarnya simple saja kalau memang begitu jika sintesisnya adalah ayam dan thesisnya adalah telur anthitesanya mengerami seharusnya telur yang dierami akan menjadi ayam dan itu sudah pasti. 

Akan tetapi pada prakteknya telur yang dierami tidak mesti menjadi ayam karena ada factor pendukung lainnya.

Dialektika hanya menghantarkan kita pada proses berfikir yang mendekati kebenaran, namun tidak akan pernah dapat berhenti pada kebenaran itu sendiri-itulah yang paling membingungkan dari cara berfikir kalangan dialektik, terutama ketika mereka mengeklaim adanya kebenaran baru sebagai sintesanya. 

Mengapa harus ada kebenaran baru sedangkan kebenaran itu harusnya bersifat mutlak tidak berubah dan konsisten tanpa keragu- raguan. itulah masalah paling utama sekaligus cacat secara sifat dibalik sebuah proses dialektik.

Bayangkan, apa yang terjadi bilamana penyusun kebijakan negeri ini sekelas kepala pemerintahan, tidak berani membuat keputusan apapun hanya takut dikritik oleh para kaum dialektik yang selalu mencari kesalahan dibalik sebuah kebijakan pemerintah ?

Hal ini berbeda dengan postulat yang merupakan lawan kata dari proses dialektik. Salah satu sifat dari postulat mereka berfikir bahwa planet bumi berotasi mengitari matahari dimana matahari menjadi pusat  tata surya tanpa perlu diragukan.

Cara berfikir postulat sejatinya bertolak belakang dengan perspektif kaum dialektik yang sangat skeptis dalam derajat yang ekstrimis. Mereka hanya menjalankan apa yang ada didepan mata berdasarkan sesuatu yang riil tanpa mengandai-andai. Belajar, berproses tidak terlalu memikirkan  obsesinya mau jadi apa mau kemana tanpa banyak pertanyaan.

Ilmu pengetahuan tidaklah menentukan kebenaran, ilmu pengetahuan hanya sekedar mendekatkan dalam memahami kebenaran. Kebenaran hanya mengenal dua sikap tanggapan dan responnya, yakni diakui atau tidak diakui, tidak pernah mengenal kata anthitesis dan sintesis. 

Proses dialektika bagai seorang kaum pemimpi karena terlalu banyak berfikir memikirkan anthitesisnya dan berhalusinasi dengan sintesisnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline