Lihat ke Halaman Asli

Menyusun Kurikulum Berbasis Pendidikan Holistik

Diperbarui: 30 November 2024   17:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RTM di Hotel Santika Premiere Palembang

Teknologi deep learning telah membawa revolusi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Dengan kemampuan untuk menganalisis data dalam jumlah besar dan mengidentifikasi pola-pola kompleks, deep learning memiliki potensi besar untuk mempercepat pembelajaran, meningkatkan personalisasi, dan memberikan wawasan baru tentang kebutuhan siswa. Namun, ada risiko ketika teknologi ini diposisikan sebagai tujuan utama pendidikan. Pendidikan sejatinya adalah tentang pengembangan manusia secara menyeluruh, mencakup aspek intelektual, emosional, sosial, dan moral. Oleh karena itu, teknologi deep learning seharusnya dilihat sebagai alat yang mendukung tujuan pendidikan holistik, bukan menggantikannya.

Sebagai alat, deep learning dapat membantu guru dan siswa dalam banyak hal. Algoritma pembelajaran mesin, misalnya, dapat menganalisis gaya belajar siswa untuk memberikan rekomendasi metode pengajaran yang paling efektif. Penelitian oleh Stanford University pada tahun 2022 menunjukkan bahwa personalisasi pembelajaran berbasis AI meningkatkan keterlibatan siswa hingga 40%, terutama di kalangan siswa dengan kebutuhan khusus. Teknologi ini juga dapat mengotomatisasi tugas administratif, seperti penilaian tugas, sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada interaksi dan bimbingan langsung. Namun, jika terlalu bergantung pada teknologi ini, ada risiko bahwa hubungan manusia dalam proses pembelajaran dapat tergeser.

Pendidikan holistik menempatkan manusia sebagai inti dari proses belajar. Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan berbagai dimensi siswa, termasuk kemampuan berpikir kritis, kreativitas, empati, dan kerja sama. Sebuah laporan oleh World Economic Forum (2023) menekankan bahwa sistem pendidikan di abad ke-21 perlu mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan global yang kompleks, yang membutuhkan kecerdasan emosional dan sosial yang tinggi. Teknologi deep learning, jika digunakan dengan bijak, dapat menjadi alat untuk memperkuat nilai-nilai ini. Misalnya, aplikasi berbasis AI dapat digunakan untuk simulasi situasi nyata yang membutuhkan pemecahan masalah kolaboratif atau untuk mengeksplorasi perspektif budaya yang berbeda, mendorong empati dan pemahaman lintas budaya.

Namun, penting untuk diingat bahwa deep learning tidak dapat menggantikan elemen-elemen pendidikan yang hanya dapat ditransfer melalui hubungan manusia, seperti nilai-nilai moral dan pembentukan karakter. Dr. Maria Sanchez, seorang ahli pendidikan holistik dari Harvard University, menyatakan, "Teknologi hanya dapat menjadi alat yang efektif jika dilandasi oleh hubungan yang bermakna antara guru dan siswa. Karakter dan nilai tidak dapat diprogram ke dalam algoritma; mereka ditanamkan melalui interaksi manusia yang autentik." Dengan kata lain, teknologi harus mendukung, bukan menggantikan, peran penting guru dalam mendidik siswa sebagai individu yang utuh.

Salah satu langkah penting dalam menyusun kurikulum berbasis pendidikan holistik adalah memastikan bahwa teknologi digunakan untuk memperkuat pengalaman belajar manusia. Kurikulum harus mencakup pembelajaran etika teknologi, yang mengajarkan siswa tentang penggunaan teknologi secara bertanggung jawab. Siswa perlu memahami dampak sosial dan moral dari teknologi yang mereka gunakan, termasuk isu-isu seperti bias algoritmik, privasi data, dan tanggung jawab digital. Sebagai contoh, sebuah studi oleh MIT pada tahun 2023 menemukan bahwa siswa yang belajar tentang etika teknologi lebih cenderung menggunakan teknologi dengan kesadaran sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak mendapatkan pelajaran ini.

Selain itu, kurikulum harus mengintegrasikan kegiatan yang mendorong pengembangan keterampilan manusia yang tidak dapat direplikasi oleh mesin, seperti kreativitas, inovasi, dan empati. Penggunaan teknologi seperti VR (Virtual Reality) dapat memberikan pengalaman belajar yang mendalam, seperti simulasi interaksi antarbudaya atau pelatihan dalam situasi kompleks yang membutuhkan empati. Misalnya, program berbasis VR yang dirancang untuk mengajarkan siswa tentang pengalaman pengungsi telah terbukti meningkatkan kesadaran sosial mereka, menurut sebuah penelitian oleh University College London (2023).

Pada akhirnya, deep learning hanya akan efektif jika ditempatkan dalam konteks yang lebih besar dari pendidikan holistik. Pendidikan yang berorientasi pada manusia harus selalu mengutamakan pengembangan nilai-nilai yang membuat siswa menjadi individu yang bermartabat, bertanggung jawab, dan siap berkontribusi pada masyarakat. Dengan menjadikan deep learning sebagai alat yang mendukung tujuan ini, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya adaptif terhadap perubahan zaman tetapi juga tetap setia pada esensi kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline