TikTok telah menjadi salah satu platform media sosial terpopuler, terutama di kalangan anak muda Indonesia. Dengan fitur For You Page (FYP), algoritma TikTok terus memberikan konten yang sesuai dengan minat pengguna, membuat mereka sulit berhenti menonton. Namun, di balik hiburannya, TikTok juga menjadi pemicu stres bagi banyak anak muda.
Data Penggunaan TikTok di Indonesia
Berdasarkan laporan We Are Social 2024, 73,5% pengguna internet di Indonesia aktif di TikTok, dengan rata-rata penggunaan lebih dari 38 jam per bulan. Penelitian juga menemukan bahwa sekitar 58% pengguna media sosial menggunakannya untuk mengisi waktu luang.
Namun, tingginya intensitas ini tidak sepenuhnya positif. Sebuah penelitian dari GoodStats mencatat bahwa 70,2% remaja yang sering menggunakan TikTok mengalami stres, sedangkan 61,7% menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi.
Mengapa TikTok Menyebabkan Stres?
Fenomena FOMO (Fear of Missing Out)
Banyak pengguna merasa harus terus memantau TikTok untuk mengikuti tren dan topik viral. Ketakutan tertinggal inilah yang memicu kecemasan, terutama pada anak muda.Konten yang Memengaruhi Harga Diri
Sebanyak 81% anak muda mengaku membandingkan diri mereka dengan kehidupan orang lain setelah melihat konten di media sosial. Hal ini kerap menyebabkan perasaan tidak percaya diri dan insecure.Cyberbullying
TikTok juga menjadi sarana cyberbullying. Kolom komentar atau video tanggapan sering digunakan untuk mengejek atau mengkritik, yang berdampak negatif pada kesehatan mental.Konten Sedih dan Negatif
Paparan konten dengan nuansa sedih sering kali memengaruhi suasana hati pengguna. Penelitian menunjukkan bahwa 83% pengguna merasa sedih setelah menonton konten emosional di TikTok.
Dampaknya pada Kesehatan Mental
Anak muda yang menggunakan TikTok secara berlebihan dilaporkan lebih rentan terhadap gejala stres dan kecemasan. Studi dari Pangkalpinang menunjukkan bahwa tingkat stres lebih tinggi pada mereka yang menghabiskan waktu lama di TikTok dibandingkan yang jarang menggunakan platform ini.