Jurnalisme dan jurnalistik adalah istilah yang sering digunakan secara bergantian, namun sebenarnya memiliki perbedaan dalam pengertiannya. Kita sebagai orang awam yang ingin mengetahui dunia jurnalistik dan jurnalisme, harus paham mengenai istilah dari dua kata tersebut, berikut adalah penjelasan singkat mengenai jurnalisme dan jurnalistik.
Secara umum Jurnalistik dipahami sebagai kegiatan mengumpulkan dan menyebarluaskan berita, sedangkan jurnalisme dipahami sebagai pengertian yang melatar belakangi aktivitas jurnalistik. Meskipun dalam penggunaan sebenarnya tidak ada aturan yang mengharuskan kedua istilah tersebut spesifik dalam konteks tertentu.
Contohnya : di media massa, seorang jurnalis mungkin fokus pada teknik penulisan berita atau teknik wawancara untuk menghasilkan berita yang berkualitas. Sementara itu, dalam perdebatan tentang etika jurnalistik, istilah jurnalistik lebih sering digunakan untuk membahas antara lain kejujuran jurnalis, kebenaran berita, dan hak sumber berita.
Dan untuk Hak Tolak dan Hak Jawab, Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang PERS, Melalui Pasal 1 nomer 10 dan 11 UU Pers, yang dimaksud dengan Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. Contohnya Wartawan tersebut mendapat informasi tentang kasus korupsi perusahaan tersebut, dan sumber informasi tersebut meminta untuk tidak mengungkapkan identitasnya agar tidak mengancam para pihak.
Pelapor memiliki hak untuk menolak mengungkapkan identitas narasumber. Sedangkan Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Contohnya : Kecelakaan lalu lintas di mana seorang pengemudi ditemukan mabuk alkohol dilaporkan di media. Namun, keluarga pengemudi yakin berita itu tidak benar karena pengemudi tidak dites alkohol. Keluarga pengemudi memiliki hak jawab untuk mengklarifikasi dan mengoreksi pesan tersebut.
Dalam UURI No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Pada Pasal 1 nomer 12 UU Pers disebutkan Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Hak Koreksi juga mempunyai fungsi, yaitu sebagai kontrol sosial dalam masyarakat, yang dimana hak semua orang dilindungi oleh Lembaga -- Lembaga sosial seperti pengawas media dan dewan pers dalam berbagai bentuk dan cara dengan adanya Hak Jawab dan Hak Koreksi.
Fungsi koreksi dari pers adalah memastikan informasi yang disampaikan oleh media adalah akurat dan faktual. Contohnya : Ketika media memberitakan suatu kejahatan dan kemudian muncul informasi baru yang dapat mengubah cara pandang terhadap kasus tersebut, media dapat mengoreksi berita tersebut dengan memberikan informasi baru yang lebih lengkap dan akurat. Demikian pula, media dapat mengoreksi informasi yang salah atau menyesatkan dengan memberikan penjelasan dan permintaan maaf jika diperlukan.
Dalam dunia jurnalis, sikap skeptis merupakan sikap yang harus dimiliki oleh semua jurnalis, karena Skeptis adalah sikap selalu mempertanyakan segala sesuatu yang mencurigakan terhadap apa yang diterimanya dan menyadari segala kepastiannya agar tidak mudah tertipu. Dalam dunia jurnalisme, jurnalis sangat membutuhkan sikap skeptis untuk memberikan informasi yang berkualitas dan mengungkap kebenaran yang tersembunyi atau tidak diketahui.
Menurut pemahaman penulis, jika jurnalis tidak skeptis, maka informasi yang disampaikan oleh mereka bisa jadi tidak akurat atau bahkan menyesatkan. Hal ini dapat mengakibatkan masyarakat menjadi salah paham atau melakukan tindakan yang tidak tepat berdasarkan informasi yang diterima. Selain itu, hal Ini juga bisa merusak reputasi media dan kredibilitas jurnalis, serta berdampak negatif pada kepercayaan masyarakat terhadap media.
Sumber Bacaan :
UNIVERSITAS STEKOM, Ensiklopedia Dunia. "Hak Koreksi"