Dalam satu tahun terakhir, bangsa indonesia dirundung oleh berbagai tragedi yang menyayat hati, baik bencana alam, bencana kemanusiaan, maupun bencana struktural yang akibatkan oleh kegagalan pemerintah mengelola negara. Pandemi Covid-19, kerusuhan Kanjuruhan, Kasus Sambo, kenaikan BBM, PHK Massal, hingga terakhir gempa bumi Cianjur yang menyebabkan banyak korban menjadi serangkaian tragedi yang terakumulasi dalam benak pikiran rakyat. Belum lagi masalah kelaparan, yang mana saat ini menurut Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB, Prof Drajat Martiano, 50 persen rakyat Indonesia alami kelaparan tersembunyi.
Sedikit diromantisir, tragedy yang terakumulasi ini tentu menyayat hati, meneteskan air mata rakyat. Harapan dan cita-cita rakyat untuk melanjutkan hidup menjadi bias dan berujung sirna, rakyat tidak tahu harus berhadap kepada siapa. Negara yang harusnya menjadi tulang punggung harapan rakyat saat ini sedang tidak bisa diandalkan. Terakhir, negara malah menjadikan bencana sebagai komedi, menganggap itu adalah candaan BMKG. Miris.
Meski demikian, kondisi ini harus dijadikan momentum memupuk semangat solidaritas antar sesama. Pada dasarnya rakyat Indonesia adalah rakyat yang guyub, bersatu dalam kebersamaan sebelum datangnya era digitalisasi yang menyebabkan menjadi individual. Kolektivitas harus kembali dibangkitkan, saling bahu membahu berkontribusi menghantarkan rakyat agar keluar dari tragedi yang terakumulasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI