Kaum remaja sebagai generasi penerus kerap gampang dipengaruhi oleh lingkungannya untuk bersikap intoleran. Oleh sebab itu banyak kejadian intoleran di tengah masyarakat melibatkan kaum remaja. Salah satu unsur penting yang perlu diperhatikan untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pelatihan untuk membangun dan meningkatkan sikap toleransi.
kelompok usia yang patut menjadi perhatian adalah remaja. Remaja merupakan kelompok usia yang paling rentan terpapar oleh berbagai paham yang intoleran, radikalisme hingga terorisme. Masa yang labil, kepekaan terhadap ransangan dari luar serta keingintahuan untuk menjalankan agama secara kaffah (menyeluruh) membuat remaja paling rentan disusupi dan menjadi sasaran dari kelompok radikal yang mendakwahkan pemahaman dan sikap keagamaan yang kaku dan intoleran.
Pendidikan agama dalam hal ini agama Islam memiliki pengaruh signifikan terhadap moderasi beragama menunjukkan bahwa pentingnya moderasi sebagai pendidikan karakter diluar pemahaman terhadap teks teks keagamaan tersebut. Teks keagamaan dapat dipelajari secara literal tanpa menghirauakan nalar, yang menyebakan pemeluknya tidak mampu memahami kemajemukan sebagai sebuah kenyataan.
Apalagi, cara mempelajari teks secara konservatif tersebut dilakukan dalam jenjang SMA pada siswa-siswa usia remaja yang masih berada dalam tahap meniru tanpa adanya sikap kritis dalam memahami ajaran konservatif tersebut.
Sikap inilah yang dapat memicu tindakan-tindakan radikalisme keagamaan, dan dalam jangka panjang menumbukan sikap intoleransi. Semakin tinggi sikap konservatif remaja, semakin besar juga kecenderungan untuk bersikap inklusif yang menutup sikap kemajemukan pada masyarakat yang sebenarnya prural.
Dalam bagian pemaparan berikutnya diberikan beberapa contoh sikap toleransi seperti menghargai perbedaan antara pemeluk agama, membiarkan orang lain menghayati kepercayaannya, saling menolong demi kemanusiaan tanpa memandang latar belakang suku, agama dan rasnya. Ada bermacam-macam jenis toleransi, seperti toleransi budaya, agama dan politik.
Dalam skala yang lebih kecil dikenal juga toleransi di sekolah. Persoalan ini menjadi sangat relevan bagi para siswa yang dalam pergaulan sehari-hari berhadapan dengan teman yang beraneka ragam agama, suku dan keyakinannya.
Cara mewujudkan toleransi itu dalam keluarga juga mengandung unsur penghargaan, menghormati, menjalin komunikasi, ada keterbukaan, ada pengertian satu sama lain, kesabaran. Untuk lingkungan sekolah para remaja melakukan toleransi melalui sikap penghargaan dan penghormatan, tapi juga saling menyapa, mau bertanggung jawab terhadap sesama, mampu memahami orang lain dari perspektif mereka.
Menurut para remaja toleransi agama merupakan tugas paling berat dibandingkan dengan toleransi budaya dan politik, karena konsep dan keyakinan orang terhadap agama sangat spesifik dan cenderung fanatik. Selain itu toleransi agama menjadi lebih sulit diwujudkan karena orang masih kurang menghargai perbedaan dalam mengungkapkan keyakinannya.
Berhadapan dengan teman sebayanya para remaja mengungkapkan sikap toleransinya melalui dukungan, menghormati pendapat teman, mau berkomunikasi dengan teman dari aneka suku dan budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H