Lihat ke Halaman Asli

Puisi pada Gengaman Milenial

Diperbarui: 9 Juni 2021   21:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sajak yang berhiaskan diksi-diksi indah pemukau pikiran pembaca, dapat menambah kekayaan batin serta kepekaan rasa para pembacanya. Begitulah puisi, yang dikarang malalui perenungan-perenungan mendalam. Pada era modern kini yang namanya puisi dapat kita jumpai tidak hanya di media-media cetak yang sejak dulu lumrah kita temukan pada rubrik-rubrik puisi yang tersedia di koran/surat kabar, pada buku-buku dan dapat juga kita saksikan pembacaannya pada pentas-pentas yang sering diselenggaran pada pagelaran-pagelaran sastra. Banyak puisi-puis pada masa kini mudah kita jumpai pada media-media sosial seperti, instagram, twiter, facebook, maupun youtube, bahakan dipublikasikan juga pada blog-blog atau website-wbsite kepenulisan.

Kemodernan telah merambah ke segala lini kehidupan manusia begitu juga dengan budaya yang telah menjamah modernisasi sehingga modernisasi merambah seluruh unsur budaya seperti sastra. Dalam hal ini adalaha puisi. 

Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra telah lahir kembali dalam era kecanggihan teknologi. Jiwa puisi hadir di era modernisasi dan mdernisasi tumbuh subur di dalam puisi. Istilah modernisasi diambil dari kata dasar modern yang berasal dari bahasa Latin, modernus, yang dibentuk dari dua buah kata, yaitu modo (berarti akhir-akhir ini) dan ernus (merujuk periode waktu masa kini). 

Modernisasi menurut Abdul Syam adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut Wikipedia, modernisasi merujuk pada sebuah bentuk transformasi dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik. Diungkapkan pula bahwa modernisasi merupakan hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang sekarang ini. Puisi yang merupakan bagian dari karya sastra ini akan senantiasa mengalami modernisasi. Bukan hanya pada publikasi dan penyajiannya akan tapi isi dari puisi itu sendiripun ikut termodernisasi.

Di Indonesia sendiri puisi dari masa ke masa telah banyak mengalami perubahan baik itu dari diksi-diksi, bahasa, bentuk bait, maupun temanya. Dalam hal ini H.B. Jassin sebagai salah satu penelaah sastra Indonesia telah membuat periodisasi sastra Indonesia yang secara garis besar dikelompokkan menjadi seperti, Periode Sastra Melayu dan Periode Sastra Indonesia Modern; Angkatan 20 (Balai Pustaka); Angkatan 33 (Pujangga Baru); Angkatan 45; dan Angkatan 66. Periode-periode sastra ini tidak hanya berhenti sampai di situ. 

Sampai saat in juga, kita telah mengenal periode sastra seperti golongan angkatan reformasi dan angkatan 2000-an. Dalam setiap periodenya, berbeda-beda kecenderungan tema, pemilihan diksi serta gaya berbahasanya. Ada periode yang tema-tema karya sastranya bertitik berat pada tradisi adat, ada pula periode yang tema karya sastranya banyak mengambil peristiwa dan pengalaman perjuangan.

Pada era kekinian ini puisi-puisi yang banyak tersebar di media-media cenderung mengutip pengalaman hidup sehari-hari sebagai tema dan banyak diikuti dengan gaya bahasa yang romantis. Tidak terbatas lagi pada kalangan seniman, kini penulis-penulis puisi sudah beragam, mulai dari kalangan akademisi, dokter, perawat, karyawan, serta pemuda-pemuda, bahkan kanak-kanak juga telah banyak yang sudah menulis puisi dan mempublikasikannya. Hemat kata siapa pun dapat merambah menjadi penulis puisi karena perkembangan pesat media komunikasi seperti blog dan jejaring sosial sangat mempermudah siapa pun untuk mempublikasikan karyanya, berbarengan dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih merangsang lahirnya penerbit-penerbit baru.

Bentuk dan gaya baca puisi menurut Suwignyo (2005) dapat dilakukan dalam tiga cara, yakni pembacaan puisi (poetry reading), deklamasi, dan teaterikal. Dalam pembacaan puisi (poetry reading), seorang pembaca puisi membacakan puisi sambil memegang teksnya, sedangkan dalam cara deklamasi, pembaca puisi tidak memegang teks (sudah menghafalkannya terlebih dahulu) sehingga mimik muka, gerak tangan, atau langkah kakinya selama berdeklamasi bisa lebih ekspresif. 

Dalam pembacaan puisi secara teaterikal, selain memuaskan pemirsa melalui isi puisi itu sendiri dan intonasi pembacaan, pelaku teater juga harus bisa menyesuaikan kostum, riasan, dan dekorasi pentas dengan hakikat puisi yang dibawakan. Sesungguhnya semua cara pembacaan puisi tersebut berusaha menyajikan visualisasi puisi kepada pembacanya sehingga isi puisi dapat diterjemahkan secara lebih penuh kesannya. 

Di era milenial ini, sebagaimana gambaran dalam ilustrasi penulis pada paragraf pertama, penyajian dan publikasi puisi bertumpang tindih dalam hiruk pikuk lalu lintas daring. Puisi disajikan sekaligus dipublikasikan melalui Instragram (divisualisasikan dengan gambar, foto, atau video singkat), melalui Facebook (dapat dilengkapi dengan gambar atau video), melalui blog, dan sekarang tren juga melalui Youtube. Dengan melalui video mengkonsumsi puisi menjadi lebih ringan dan praktis.

Banyak perubahan positif yang dibawa modernisasi untuk puisi Indonesia seperti kemudahan mempublikasi dan menyajikan puisi, membaca atau menikmati puisi seperti mendengar dan menonton visualisasi video puisi. Bahkan sekarang banyak ragam bahasa pada puisi, tidak lagi terlalu terikat pada bentuk bait, diksi-diksi yang lebih sederhana dan bermakna. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline