Lihat ke Halaman Asli

Syukron Albusta

www.dokterspiritual.blogspot.com

Nepotisme, Manusiawikah?

Diperbarui: 27 Juli 2018   01:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kata nepotisme layaknya makanan bagi segelintir orang, memenuhi kebutuhan hidup tidaklah menjadi persoalan menelan makanan tersebut, maka wajar saja dari beberapa banyak manusia kerap kali susah untuk menghapusnya dalam dinamika sosial kehidupan, berbagai macam alasan yang dikemukakan dan kesimpulan akhir mengatakan "nepotisme itu manusiawi" katanya.

Inikan sama dengan membahas koruptor yang notabenenya agama Islam, apakah mereka tidak sadar dalam agama Islam sangat keras larangan untuk hal itu, tetapi tetap saja dilakukan. Mereka "cuek" dengan perintah untuk "jujur" kepada diri sendiri, tidak peduli dengan membuat agama nya tercoreng nantinya.

Nepotisme juga seperti demikian, padahal jelas-jelas mendahulukan orang-orang yang dari kalangan tertentu (keluarga) dengan kapabilitas yang tidak mumpuni, mereka juga tidak memperdulikan orang-orang yang memliki kemampuan luar biasa namun bukan dari kalangan mereka (keluarga). Dengan santainya menjawab "keluarga lebih utama daripada yang lain" apakah ini manusiawi?

Jika merujuk kepada wikipedia arti dari kata nepotisme adalah lebih memilih saudara sendiri atau teman akrab berdasarkan hubungannya dan bukan kemampuannya. Kata ini berasal dari bahasa latin nepos yang artinya "keponakan atau cucu".

Setengah manusia menjawab mungkin ini manusiawi, sebab dua hal yang menjadikan manusia itu nepotisme, pertama; mereka ingin koleganya lebih muncul dan terdepan daripada orang lain, walaupun itu bukan dibidangnya. Kedua; budaya jabatan strategis, jabatan strategis memungkinkan orang untuk nepotisme, kenapa? Pernyataan yang sering muncul "selagi ada kesempatan" dan "kapan lagi" Sekilas  ada benarnya juga, apalagi ini sudah menjadi darah daging dalam sebagian sistem birokrat, baik itu dipemerintahan atau perusahaan, dan itu tidak susah untuk ditemukan.

Di sisi lain, nepotisme bukan manusiawi, karena neotisme salah satu bentuk daripada kejahatan (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), bayangkan jika ini terus berlanjut maka kemajuan menjadi terhambat, menjadi warisan terburuk bagi sebuah bangsa, walaupun melawan nepotisme sama dengan memegang bara api, susah untuk diberantas.

Nepotisme juga mendapat tempat yang tidak nyaman bagi semua orang, penolakan mentah-mentah atas sikap dan jenis penyakit ini, kesempatan manusia dengan kemampuan luar biasa dimanfaatkan melalui nepotisme, siapa yang rela dengan sikap ini?

Jelas cara seperti ini menyalahi ideologi bangsa yang mengajarkan untuk mendahulukan kualitas, kapabilitas, profesionalitas bagi setiap orang. Bukan dipandang karena keluarga, teman akrabnya, titipan dari segala macam bentuk, ini pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh kita semua, entah dia seorang presiden, gubernur atau bupati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline