Lihat ke Halaman Asli

Muhammad ShofwanRasyid

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPNVYK

KTT G20, Tekanan Berat bagi Indonesia

Diperbarui: 2 Oktober 2022   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Group Twenty atau yang lebih dikenal dengan G20 adalah kumpulan dua puluh negara dengan ekonomi terbesar di dunia yang dibentuk pada tahun 1999, disusun dengan tujuan menjadi blok yang akan menyatukan negara-negara industri dan berkembang yang paling penting untuk membahas stabilitas ekonomi dan keuangan internasional. KTT tahunannya, pertemuan para pemimpin G20 yang memulai debutnya pada tahun 2008, telah berkembang menjadi forum utama untuk membahas ekonomi serta isu-isu global lainnya yang mendesak. Pertemuan bilateral di sela-sela KTT kadang-kadang mengarah pada kesepakatan internasional bersama.

Bersama-sama, negara-negara anggota G20 menyumbang sekitar 80 persen dari output ekonomi global, hampir 75 persen dari ekspor global, dan sekitar 60 persen dari populasi dunia. G20 dibentuk pada tahun 1999, setelah krisis keuangan Asia, untuk menyatukan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari dua puluh negara dengan ekonomi mapan dan berkembang terbesar di dunia. Satu dekade kemudian, pada puncak krisis ekonomi global, G20 diangkat menjadi kepala negara dan pemerintahan. Fakta ini menjadi bukti nyata yang menunjukan seberapa penting peran yang dimiliki KTT G20.

Meletusnya Perang Russia-Ukraina pada 2022 telah menciptakan ketegangan bagi dunia internasional, berbagai negara menyuarakan kritik dan kecaman ataupun dukunganya terhadap keputusan Kremlin untuk menginvasi Ukraina, tidak terkecuali Indonesia. Setelah memberikan suara mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang mengutuk serangan Rusia pada 2 Maret 2022, Indonesia kemudian mengambil sikap abstain atau tidak memberikan suara dalam pemungutan suara untuk menangguhkan Rusia dari Dewan HAM PBB. Sikap ini telah menuai banyak kritik terutama dari negara-negara Barat, yang menilai Indonesia bersikap 'ambil aman'.

Pemimpin negara-negara Barat memberikan ancaman kepada Indonesia dengan menyatakan bahwasanya mereka menolak hadir dalam KTT G20 yang rencananya akan diadakan di Bali pada 15 November 2022 apabila Indonesia mengundang pemimpin negara Russia, Vladimir 'Vladimirovich' Putin. Presiden Indonesia, Joko Widodo atau lebih akrab disebut Jokowi membuat sebuah manuever politik dengan mengadakan kunjungan diplomatik ke Kiev dan Kremlin dalam jangka waktu dekat dengan maksud menyerukan perdamaian antara keduanya dan menjadi mediator. Dalam kunjunganya ke Istana Maryinsky menemui Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Jokowi menyampaikan kepedulian Indonesia atas tragedi yang menimpa Ukraina dan berupaya untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan menyampaikan pesan Zelensky kepada Putin.

Perjalanan diplomatik Jokowi berlanjut ke Istana Kremlin dan menemui Putin, yang dimana Jokowi menyerukan perdamaian kembali dan membujuk Putin untuk kembali membuka jalur ekspor gandum Russia-Ukraina dikarenakan banyaknya negara yang bergantung dengan suplai tersebut, termasuk Indonesia. Usaha tersebut tidaklah sia-sia, pada Juli 22 2022, Russia dan Ukraina setuju menandatangani kesepakatan untuk memulai kembali kegiatan ekspor gandum dengan sokongan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil dari kunjungan Jokowi membuat kritik dari pemimpin negara-negara Barat mereda namun bukan berarti ketegangan telah usai, Indonesia masih harus menjalankan tugasnya sebagai tuan rumah acara KTT G20 2022 dan sangat penting bagi Indonesia mampu mempertemukan pihak-pihak yang berseteru untuk menghadiri KTT tersebut, mengingat reputasi dan citra Indonesia dipertaruhkan untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah.

Indonesia selalu menjadi pendukung keterlibatan, bukan isolasi, seperti yang ditunjukkan oleh penolakan untuk mengisolasi Rusia dari lembaga internasional. Dalam kasus G20, Indonesia memiliki kepentingan langsung untuk menyukseskan kepemimpinannya. Indonesia menyusun agenda yang mencerminkan kepentingan negara berkembang dalam arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi digital, dan transisi energi. Indonesia tidak ingin agendanya dibajak oleh geopolitik. Indonesia bahkan mengundang Presiden Zelensky ke KTT dengan harapan para pemimpin Barat akan memikirkan kembali ancaman mereka untuk memboikot G20 jika Presiden Putin hadir.

Indonesia selalu memegang prinsip politik bebas aktif, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 Pasal 3 yang berbunyi "yang dimaksud dengan "bebas aktif" adalah politik luar negeri yang pada hakikatnya bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara a priori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".

Indonesia perlu memperhatikan langkah berikutnya dalam menyikapi isu ini, KTT G20 menjadi ajang bagi Indonesia untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa prinsip yang sekian lama telah diadopsi oleh Indonesia dalam kebijakan politk luar negerinya bukanlah fiksi belaka untuk melindungi dirinya, melainkan sebuah keyakinan yang dipenuhi dengan aksi nyata. Kehadiran kepala-kepala negara tidak hanya menjadi penentu kepercayaan Indonesia, tapi juga masa depan agenda-agenda KTT serupa, dimana apabila sebuah negara membuat dampak yang begitu besar dengan aksi independenya akan muncul pertanyaan apa kerjasama benar-benar satu-satunya jalan untuk menjadi negara yang makmur dan berdaulat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline