Pandemic corona yang terjadi di awal tahun 2020 membuat geger semua negara. Negara maju yang serba modern "terjun bebas" tak berkutik menghadapi "sikecil" tak terlihat yang namanya terkenal dengan virus Covid 19. "Sikecil" yang ukurannya ultramikroskopik ini telah menelan korban ratusan ribu di dunia. Pengendalian penyebaran virus ini sementara hanya dengan "social distancing" atau lebih terkenal dengan jaga jarak, kebiasaan cuci tangan, berjemur ("dede atau caring" versi bahasa jawa), tingkatkan imun dengan mengkonsumsi vit C (yang berakibat hilangnya vit C di pasaran), dan isolasi bagi yang terindikasi terpapar "sikecil".
Semua bidang "hancur lebur" tak terkecuali bidang pendidikan. UJian nasional "gagal total" pelaksanaannya demi menlindungi siswa agar tidak terpapar "sikecil" covid 19. Acara perpisahan yang biasanya menjadi puncak kelulusan untuk siswa yang mau lulus pun harus ditiadakan.
Tahun pelajaran baru 2020-2021 pun menjadi korban "sikecil" covid 19. Antusiasme peserta didik untuk berada berjumpa dengan teman dan guru yang baru disekolah atau madrasah yang diidan-idamkan "kandas" ter "pending" sementara. Peserta didik bingung, selalu menanyakan kapan masuk sekolah? kapan? dan kapan. Guru sebagai pelaksana pendidikan tak kalah terimbas "kebingungan". Malah "Super bingung" menggelayut pada hampir semua sanubari guru. Masalahnya apakah menggunakan sistem pembelajaran dalam jaringan (Daring) dan atau luar jaringan (Luring)?. Mau menggunakan Luring tapi kondisi "sikecil" Covid 19 yang semakin banyak menelan korban. Mau menggunakan daring tapi kondisi siswa yang tidak semuanya bisa "mampu" membeli handphone. Kalaupun punya handphone, belum tentu di daerah mereka mempunyai jaringan internet yang bagus. Belum lagi dampak yang ditimbulkan dari penggunaan handphone.
banyak orang tua yang menginginkan putra-putrinya untuk masuk sekolah sebagaimana biasanya. Hal ini dikarenakan orang tua secara langsung mengetahui dampak negatif dari penggunaan handphone. Ya memang benar bahwa handphone itu sangat bermanfaat dalam kondisi pandemic seperti ini. Akan tetapi "penyelewengan" penggunaan handphone sangatlah luar biasa. Hal ini biasanya terjadi ketika putra-putrinya selesai mengerjakan tugas dari sekolahnya. Setelah itu "godaan" media maya mulai mengganggu.
Banyak pesantren, madrasah atau sekolah yang dengan "terpaksa" akhirnya menggunakan pembelajaran luar jaringan atau tatap muka. Itupun dengan izin dari wali siswa (yang hampir semuanya menginginkan putra-putrinya masuk sekolah). Kalaupun ada wali siswa yang tidak mengizinkan, maka pihak sekolah atau madrasah bertanggung jawab dengan menyelenggarakan pembelajaran daring. Bagaimana bagi Sang "guru"?. Mau tidak mau maka harus bisa dan mau serta siap untuk melaksanakan kedua sistem baik daring maupun luring. Kalau daring membuat suasana "garing" tak bermakna, pakai luring juga membuat "hati garing" karena s.uasana yang masih banyak "sikecil" covid 19 di sekeliling. Semoga semua kembali ke kondisi semula. aamin yra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H