Lihat ke Halaman Asli

MUHAMMAD ALI EFENDI

Pemerhati pendidikan, penulis dan youtubef

Literasi Pluralisme Agama Generasi Milenial sebagai Penangkal Radikalisme

Diperbarui: 2 Mei 2020   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia memiliki impian menjadi bangsa yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai budi pekerti, budaya dan intelektual untuk mewujudkan bangsa yang kuat ditengah era globalisasi. Bangsa Indonesia mencanangkan tahun 2045 sebagai tahun generasi emas. Generasi emas merupakan cita-cita besar bangsa Indonesia, hanya bisa dilakukan dengan mengkonstruksi pengembangan sumber daya manusia masyarakat Indonesia. Pengembangan sumber daya manusia Indonesia bisa dilakukan salah satunya melalui literasi pluralisme agama. Literasi pluralisme agama merupakan kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap pluralisme agama yang berkembang di Indonesia sebagai identitas bangsa.

Kondisi ideal generasi millenial sebagai generasi penerus, merupakan individu yang sedang berkembang. Generasi penerus harus diberi kesempatan berkembang secara proporsional dan terarah. Mereka memiliki peran dan posisi strategis dalam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun kondisi faktual di lapangan, generasi emas penerus bangsa terjebak dalam perilaku amoral yang mencemaskan dan mengkuatirkan bahkan meresahkan. Diantaranya adalah perkelahian antar pelajar, individualisme yang tinggi, rendahnya gotong royong, lunturnya empati sesama, memudarnya tenggang rasa dan radikalisme. Permasalahan diatas bisa diatasi dengan literasi pluralisme agama generasi millenial sebagai penangkal radikalisme menuju generasi emas Indonesia (Gold Generation) yang berkarakter mulia.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk atau "plural society". Pluralisme merupakan salah satu ciri dari multikulturalisme. Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, dan berbagai macam budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik. Kita perlu menyadari kembali keragaman suku, budaya, kelompok dan agama yang terintegrasi dan menjadi ciri khas di Indonesia. Dengan demikian, segala perbedaan merupakan keniscayaan yang patut dihargai dan diperjuangkan, termasuk juga memegang teguh prinsip-prinsip dasar bernegara dan berbangsa.

Generasi millenial  adalah generasi yang menjadikan teknologi informasi sebagai gaya hidup atau lifestyle. Generasi millenial muncul sebagai fenomena baru yang akan berpengaruh terhadap aspek pendidikan sekolah maupun kehidupan individu dalam keluarga, baik positif maupun negatif.

Salah satu dampak negatif perkembangan teknologi informasi adalah semakin merosotnya moral para pelajar. Tawuran antar pelajar, budaya suka "membully", free seks, pesta minuman keras "oplosan", pembunuhan, perampokan yang dilakukan oleh generasi millenial menjadi berita utama media cetak dan elektronik. Citra Indonesia yang ramah, penuh sopan santun dan berbudaya di mata internasional kini merosot, akibat tercemar oleh fanatisme dan brutalisme serta radikalisme yang menguat.

Di Indonesia terjadi pluralisme agama, karena di Indonesia tumbuh dan berkembang agama Islam, Kristen, Hindu dan budha serta aliran kepercayaan.  Karena adanya perbedaan keyakinan agama, sangat rawan terjadi radikalisme dikalangan generasi millenial. Radikalisme marak terjadi di dunia bahkan di Indonesia. Radikalisme adalah paham atau ideologi yang menuntut perubahan dan pembaruan sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan. Berbagai tindakan teror menjadi cara dan senjata utama para pelaku radikal dalam menyampaikan pemahaman. Generasi  millenial adalah kunci untuk mengatasi masalah ini. Salah satu upaya untuk menangkal radikalisme adalah dengan menanamkan karakter mulia pada generasi millenial. Karakter tersebut dapat ditanamkan melalui literasi pluralisme agama. 

Apa yang dimaksud dengan literasi pluralisme agama? Dan bagaimana caranya literasi pluralisme agama dapat digunakan sebagai penangkal radikalisme?.

Literasi pluralisme agama merupakan kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap pluralisme agama yang berkembang di Indonesia sebagai identitas bangsa. Sebagai bangsa yang memiliki tingkat pluralisme yang tinggi, kita patut waspada akan munculnya benih-benih keretakan yang ditimbulkan oleh tumbuhnya paham keagamaan yang destruktif. Pluralisme agama adalah anugerah dan menjadikan kita sebagai bangsa yang besar. Namun tanpa pengelolaan yang baik, keragaman tersebut dapat menjadi malapetaka.

Adanya berbagai perbedaan dalam pemahaman ilmu agama dan keberadaan generasi millenial sebagai energi terkuat dalam mempertahankan kesatuan bangsa diharapkan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis dan sikap saling menasehati dalam kebaikan, mampu saling menghargai dan meningkatnya rasa toleransi antar umat beragama.  Agama apapun melarang adanya perpecahan antar umat beragama.

Selama kita hidup berada ditengah-tengah masyarakat tertentu, kitalah yang harus menyesuaikan, bukannya malah sebaliknya. Karena ketika kita lahir masyarakat itu sudah ada dan kita menjadi bagian didalamnya. Jadi kita telah terikat dan menjadi bagian darinya, makanya leluhur kita dulu selalu mengingatkan dengan mengatakan dimana bumi dipijak disitu langit harus dijunjung. Sebagai anggota masyarakat kita harus secara "legowo" mengikuti apa yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Kita telah dibesarkan oleh masyarakat, maka sudah selayaknya kita mengabdi kepada masyarakat, selama itu tidak melanggar norma agama. Keutuhan dan rasa persatuan yang ada dalam masyarakat harus terus kita jaga dan pelihara. Karena disitulah sebenarnya hakekat kehidupan yang sesungguhnya. Satu tempat dimana kita dilahirkan dan suatu saat nanti pasti kita akan dikuburkan.

Individu yang tertutup cenderung dapat dengan mudah terpengaruh dengan bentuk-bentuk ajaran radikalisme. Salah satu yang dapat dilakukan adalah menjalin hubungan yang baik dan positif dengan orang-orang sekitar baik yang seagama maupun yang berbeda agama. Paradigma masyarakat yang masih menganggap sebuah perbedaan adalah kekacauan, harus dihilangkan dalam memori ingatan masyarakat. Generasi millenial harus mampu berperan dalam proses perubahan paradigma tersebut dengan mengadakan berbagai kegiatan yang mampu mempererat tali silaturahmi antar kelompok masyarakat. Kesenjangan sosial antara kelompok yang satu dengan yang lainnya akan hilang ketika tali silaturahmi terikat erat diantara mereka. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline