Lihat ke Halaman Asli

Hukum Adat Tanimbar dalam Kacamata Drabbe

Diperbarui: 27 Maret 2022   19:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar diambil dari Wikipedia.com


Di masa lalu, hukum adat dianggap penting oleh masyarakat karena diklaim sebagai nilai hukum paling adil di tengah masyarakat. Hukum-hukum yang berlaku ini merupakan refleksi yang muncul dari kejadian-kejadian paling sering terjadi di masyarakat.

Nah, untuk mengulik bagaimana hukum yang berlaku  pada masyarakat pada masa lalu, salah satu buku yang bisa kita rujuk adalah Etnografi Tanimbar (2017), Drabbe dalam  buku tersebut mengumpulkan banyak draf pola hidup orang tanimbar di masa lalu. 

Salah satu yang dikumpulkan Drabbe adalah bagaimana hukum adat yang berlaku di sana. Misalnya, pelaku perzinahan harus membayar Beli dan Ndando atau pernikahan sementara oleh pelaku perzinahan tersebut, Beli diberikan kepada pihak perempuan sebagai bentuk pembayaran denda.

Hukum adat yang berlaku juga tentang kasus pemerkosaan---di mana pelaku wajib membayar Beli namun tidak boleh dilakukan Ndando atau pernikahan sementara.Hukum lain yang berlaku di tanimbar adalah tentang kasus pembunuhan. Pembunuhan ada hukum "membayar tubuh" atau disebut rtubu i. 

Oleh pembunuh dibayar setiap anggota tubuh dari orang yang dibunuh itu dan dengan demikian kedua belah pihak didamaikan. Meski tak jarang, kasus pembunuhan pula akan dibayar dengan membunuh yang dianggap setimpal.
Hal yang hampir sama bisa kita jumpai dalam kasus perselingkuhan.

Pembunuhan yang adil juga terjadi bila seorang perempuan berselingkuh. Di mana orang yang bersalah itu dibunuh dan perempuan itu tetap dipandang sebagi istri. Perempuan dianggap berharga, hingga untuk melindungi godaan dari lelaki lain si  penggoda akan berujung maut. Menggoda istri orang lain pandang mengundang musibah dan bala.


Selin itu kasus saling maki dan mengancam orang lain yang tidak terbukti kebenarannya memiliki hukuman tersendiri yakni membayar denda kepada keluarga yang diancam dan di maki tersebut. setali dua uang dengan hal itu. Menuding orang lain sebagi Keswange (tukang sihir) atau budak dan tidak terbukti memiliki sangsi hukum membayar denda seharga sepasang anting-anting emas.


Kasus pencurian, memiliki sangsi hukum pembayaran denda yang sama dengan menuduh seorang Keswange (tukang sihir) dengan bayaran sepasang anting-anting. Namun, bila kasus pencurian merupakan tuduhan yang sama sekali tidak terbukti, maka pelaku yang menuding akan membayar dua kali lipat denda kepada orang yang dituding tersebut.

Drabbe (2017), memasukkan banyak sekali kasus-kasus dengan penyelesaian hukum adat Tanimbar yang bisa kita pelajari bagaimana relasi antara pelanggaran hukum adat memiliki sangsi-sangsi yang cukup berat bagi pelanggar atau pelaku kejahatan.

Praktek hukum adat yang berlaku menegaskan posisi bahwa pelanggaran yang terjadi ditengah masyarakat diselesaikan dengan cara paling mufakat di tengah masyarakat itu sendiri dengan sangsi-sangsi yang telah dibuat dan disepakati pada masa lalu untuk tidak  mengulangi kesalahan yang berakibat buruk dan memiliki asas setimpal dari perlakuan yang menimpa korban dengan diikatkannya pelaku dan korban dengan hukum yang berlaku di sana.


Meski demikian, praktek hukum ini perlahan mulai tergantikan dengan penggunaan hukum negara (baik perdata maupun pidana) -




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline