DALAM artikel yang saya baca, disebutkan bahwa dengan menikah, seorang lelaki akan mengalami banyak perubahan hidup, dua diantaranya adalah tiba-tiba memiliki aset semacam rumah, kendaraan dan hal-hal berupa perabot di dalam rumah yang tak pernah dibayangkannya bakal ada sebelumnya.
Dan yang kedua, tubuh seorang yang sudah menikah akan sedikit berisi, sebab sudah ada yang perhatikan pola makan dan asupan yang cukup (meski kedengarannya seperti lelucon bila dipikir-pikir). Namun kedua hal tersebut nampaknya memang ada benarnya juga.
Dari kedua alasan tersebut tak mengherankan boleh dikatakan bahwa "dengan menikah nasib hidup seseorang tiba-tiba bisa berubah, Abra kadabra." Beranjak dari anggapan tersebut, saya kemudian mencoba mengulik kisah dibalik fenomena tersebut, apakah benar adanya.
Penelitian kecil-kecilan saya di mulai dari lingkungan kompleks, beberapa orang saya klasifikasi yang tergolong dalam usia saya atau beberapa di atas maupun di bawa saya yang telah menikah.
Dari data yang saya kumpulkan, ternyata: lebih banyak yang belum masuk kategori sindrom Abra kadabra. Malah sebaliknya, hidup dengan cara nomaden pindah dari kos satu ke kos yang lain jadi gambaran awal kehidupan mereka.
Selebihnya lagi, hidup berpayung atap rumah mertua atau tinggal dengan bentuk nebeng ke orangtua. Lagi, lagi, sindrom Abra kadabra, sama sekali jauh dari ekspektasi.
Melihat kejadian pertama tersebut, saya tentunya tercengang, mengapa bisa demikian? Penelitian kecil-kecilan saya kemudian dipindahkan ke teman sepermainan saya sewaktu sekolah. Lagi-lagi, sindrom Abra kadabra sama sekali tak tampak. Malah, hasilnya tak jauh berbeda dengan penelitian pertama.
Kesimpulan saya kemudian sederhana, masalah bukan pada punya ini dan itu, tapi pada pengetahuan dan cara mereka melihat masa depan setelah menikah.
Data ini menarik, sebab, dari hasil wawancara dan tinjauan lokasi, banyak diantaranya sama sekali tidak memiliki gambaran yang jelas tentang mengapa mereka menikah.
Mereka hanya mengacu pada naluri kecenderungan untuk menikah saja dengan lawan jenis yang menurut mereka menarik. Di lain sisi, mereka sama sekali tak membayangkan bahwa setelah menikah ternyata tanggung ini dan itu bisa saja membuat mereka jungkir balik bekerja bagai kuda.
Hal yang menarik kemudian saya dapatkan pada orang-orang yang menikah di atas umur 30 tahun. Mereka dengan cepat memiliki berbagai aset. Sedangkan hal yang hampir mirip saya dapati pada beberapa teman dan orang-orang di kompleks yang telah memiliki 2 atau 3 anak, mereka mereka pun memiliki kecenderungan yang sama dengan orang yang menikah di atas usia 30 tahun, yakni tampak sejahtera.