Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar yang harus ditempuh oleh semua individu. Peran pendidikan tidak dapat tergantikan oleh apapun, contohnya di Indonesia. Pendidikan merupakan hal yang sangat berarti bahkan banyak masyarakat yang saling memandang latar belakang pendidikan sesamanya, tetapi pendidikan bukanlah satu-satunya hal yang bisa dibanggakan. Masih banyak hal lain yang dapat ditunjukkan untuk dibanggakan. Tidak sedikit orang yang dianugerahi kemampuan lebih tanpa menempuh dunia pendidikan formal hingga menjadi orang sukses yang hebat. Lantas, apakah memang dunia pendidikan itu sangat penting dan berguna untuk kita semua? Tentu saja berguna. Pada dasarnya, tujuan dasar kita menempuh dunia pendidikan formal seperti sekolah itu agar kita dapat bertemu dengan banyak orang baru, sehingga membentuk kemampuan dalam diri kita untuk saling berbaur dan bersosialisasi. Di samping itu, sekolah juga menjadi salah satu proses untuk membangun kedewasaan diri bagi setiap individu, karena kita harus bisa menyusun rencana dan mengerjakan seluruh runtutan rencana tersebut. Di sinilah peran guru yang harus senantiasa membimbing dan mengingatkan para peserta didiknya agar tidak salah arah tujuannya.
Pendidikan di Indonesia memiliki jenjang dari mulai play group hingga sekolah tinggi. Untuk play group sebenarnya opsional dan tidak semua mengalami itu. Kebanyakan masyarakat Indonesia memulai pendidikannya dari Taman Kanak-Kanak (TK), lalu lanjut ke Sekolah Dasar (SD) atau yang setingkat untuk fokus pendidikan keagamaan yaitu Madrasah Ibtidaiyah (MI), kemudian Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang setingkat untuk fokus pendidikan keagamaan yaitu Madrasah Tsanawiyah (MTs), lalu lanjut ke Sekolah Menengah Atas (SMA) atau ada yang fokus untuk mengasah kemampuan agar siap untuk terjun ke lapangan kerja yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau yang fokus pendidikan keagamaan yaitu Madrasah Aliyah (MA), dan terakhir yaitu sekolah tinggi yang terbagi dalam dua fokus, yaitu pendidikan vokasi dan akademik. Apa sih bedanya antara pendidikan vokasi dan akademik? Yang mebedakan keduanya adalah fokus aktivitas pendidikan yang dituju. kurang lebih sama halnya seperti sekolah-sekolah sebelumnya, seperti SD dengan MI, SMP dengan MTs, SMA dengan SMK dan MA. Pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu, meliputi program pendidikan diploma satu (D1), diploma dua (D2), diploma tiga (D3), dan diploma empat (D4). Kalau pendidikan akademik apa ya? Pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya yang tentunya mencangkup program pendidikan strata satu (S1) atau sarjana, strata dua (S2) atau master, dan strata tiga (S3) atau doktor.
Nah, setelah mengetahui jenjang pendidikan di Indonesia, kita akan lanjut ke kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Melihat perkembangan pendidikan di Indonesia yang harus mengikuti perkembangan zaman khususnya perkembangan teknologi, pendidikan di Indonesia cukup baik dalam menerapkan itu semua. Sayangnya, tidak seluruh pelaku yang terlibat baik lembaga pendidikan, guru, maupun murid sanggup untuk mengikuti segi perkembangan teknologinya karena membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Sejak kehadiran virus Covid-19 di Indonesia, hal itu semakin terlihat karena permasalahan ekonomi yang semakin meluas di banyak kalangan. Para guru dan murid yang berlatar belakang memiliki kemampuan finansial yang pas-pasan atau bahkan rendah, akan semakin terbebani. Maka, aktivitas di dunia pendidikan khususnya sekolah semakin kurang efektif. Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, kebijakan aktivitas di luar rumah seperti bekerja di kantor, sekolah, kuliah, berdagang keliling, dll diberhentikan, sehingga masyarakat sebisa mungkin harus melakukan aktivitasnya dari rumah masing-masing.
Lalu, munculah teknologi baru seperti Zoom Meeting, Google Meets, dan aplikasi serupa lainnya. Munculnya aplikasi-aplikasi tersebut akhirnya dimanfaatkan agar seluruh aktivitas seperti bekerja, rapat, sekolah, kuliah, dll tetap berjalan secara virtual. Sayangnya, tidak seluruh pihak dapat menggunakan aplikasi tersebut karena terbatasnya akses seperti perangkat yang digunakan, koneksi internet yang cukup banyak, serta listrik yang semakin banyak terpakai karena harus ketergantungan dengan barang elektronik. Belakangan ini, aktivitas pendidikan di sekolahan sudah berjalan cukup baik secara virtual, tetapi dengan catatan hanya untuk kalangan sekolah menengah hingga kalangan elite. Murid-murid dari kalangan menengah ke bawah masih harus berusaha mencari jalan agar dapat mengikuti proses pembelajaran di sekolah mereka. Akhirnya, muncul sebuah inisiatif para guru dari sebagian sekolah menengah ke bawah untuk mengajar dengan cara mendatangi tempat tinggal murid-murid, sehingga aktivitas belajar mengajar tetap berjalan baik.
Tetapi, sangat disayangkan ternyata ada sebagian sekolah yang malah terganggu aktivitas belajar mengajarnya. Salah satu SMK di Bekasi menjadi tempat saya mengajar. Di sana, saya melihat jelas bahwa aktivitas belajar mengajar berjalan, tetapi justru para guru yang mengajar di SMK tersebut memanfaatkan kondisi pandemi ini dengan hanya melakukan aktivitas mengajar secara minim. Di SMK ini, kami menjalankan aktivitas mengajar secara daring (dalam jaringan) atau biasa disebut secara online. Tetapi, melihat kondisi para murid yang mayoritas dari kalangan menengah ke bawah, akhirnya kami putuskan untuk tidak melakukan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara online video seperti Zoom Meeting dan lainnya. Kami, menggunakan aplikasi WhatsApp(WA) serta Google Classroom agar murid-murid masih sanggup mengaksesnya karena tidak membutuhkan kuota internet yang besar.
Yang sebelumnya saya sampaikan bahwa para guru yang mengajar di SMK ini memanfaatkan kondisi pandemi dengan hanya melakukan aktivitas mengajar secara minim adalah mereka benar-benar hanya memberikan sebuah materi dan tugas via grup WA tanpa memberikan penjelasan yang baik di dalam grup WA tersebut. Akhirnya, para murid pun hanya menjalankan apa yang diminta oleh para guru. Suatu ketika saya pernah coba mengadakan kelas praktik mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital. Selama proses kelas itu, saya coba review materi yang telah saya berikan sebelumnya. Dan apa yang terjadi... Ternyata, hampir 100% murid yang saya ajarkan tidak paham tentang materi yang saya telah berikan itu. Sepintas saya berpikir dan bertanya-tanya kepada diri sendiri, apakah yang saya lakukan selama ini tidak efektif sehingga hampir seluruh murid tidak mengerti? Ataukah sistem daring yang akhirnya membuat daya tangkap murid berkurang? Atau malah murid-muridnya itu sendiri yang malah ogah-ogahan selama kegiatan KBM? Jujur, saya sangat sedih pada waktu itu.
Bayangkan saja, dunia pendidikan di Indonesia saat ini, khususnya untuk sekolah yang berisikan murid-murid menengah ke bawah kondisinya sangat mengkhawatirkan. Saya dan salah satu rekan kerja saya yang juga menjadi salah satu guru di SMK tersebut sering berdisuksi bersama dan ternyata, saya mendapat kabar darinya bahwa guru-guru di sini pun terlihat tidak peduli akan perkembangan murid-muridnya. Dan tidak semua guru mau mengadakan kelas praktik dengan alasan tidak ada bayarannya. Padahal, dengan kita coba untuk mengadakan KBM secara tatap muka walau hanya sekali dalam satu semester minimal itu kita bisa mengetahui jelas apa kondisi pemahaman murid-murid di SMK ini. Tapi, ya mungkin sebagian besar guru-guru bersikap seperti itu karena bayaran di SMK ini tidak cukup besar, makanya kinerja mereka pun ya alakadarnya.
Akihrnya saya paham betul mengenai realita dunia pendidikan yang sebenernya, khususnya di sekolah yang memiliki murid berlatar belakang menengah ke bawah. Sangat sedih sih, tapi ya memang begitulah realitanya. Pantas saja guru adalah salah satu pahlawan di Indonesia, yaitu pahlawan tanpa tanda jasa. Ya, pahlawan, tapi tidak pada masa kini. Kini, guru hanya sebatas profesi yang dimana bekerja jika ada bayarannya. Ya salah satunya penulis ini yang harus belajar dari semua kejadian yang saya alami ini, tapi saya ingin mencoba memahami maksud dari guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Jika tidak dimulai dari diri sendiri yang juga seorang guru, lantas siapa yang akan memulainya? Penulis sangat berterima kasih kepada teman yang selama ini mengajak diskusi tentang sekolah ini, sehingga menjadi tahu realita yang terjadi di sekolah tempat saya mengajar ini. Sebut saja namanya M.
M telah banyak berjasa dibanding saya karena ia telah memberikan kontribusinya yang begitu tulus untuk sekolah demi murid-murid yang diajarkannya di mata pelajaran yang ia pegang. M juga telah memberikan semangat belajar kepada murid-murid sehingga mereka begitu antusias dan semangat setiap proses KBM. Saya iri, ya sangat iri karena saya belum bisa mengambil hati para murid agar bisa nyaman dan menerima saya sebagai guru mereka. Buktinya, ketika kelas praktik saja hampir seluruh murid saya tidak paham tentang materi pelajaran tersebut. Jadi, cukup jelas bahwa masih ada yang salah dari proses pengajarannya saya.
Yang membuat saya sedih adalah ketika saya mengetahui bahwa M akan meninggalkan sekolah dan berhenti menjadi guru di SMK. Saya sedih, karena saya akan kehilangan sosok M yang bisa saya ajak diskusi mengenai kondisi sekolah kami. Tapi, mungkin itu sudah menjadi keputusan M yang telah dipikirkan secara matang. Jadi, ya mau tidak mau saya harus berjuang dan berusaha untuk menjadi pengubah di SMK ini agar guru-guru yang lain ikut termotivasi dalam mendidik para murid. Sangat miris bukan melihat kondisi di SMK ini? Jika ada yang memiliki pengalaman pahit lainnya bisa coba ceritakan di kolom komentar agar bisa saling sharing informasi seputar pendidikan. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menyadarkan saya pribadi khususnya dan umumnya guru-guru dan tokoh-tokoh dunia pendidikan di Indonesia. Tetap jaga kesehatan di masa pandemi ini, jangan lupa untuk selalu patuhi protokol kesehatan ya... Semoga pendidikan di Indonesia bisa terus berkembang dan melahirkan orang-orang sukses dan hebat di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H