Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Andi Firmansyah

TERVERIFIKASI

Mahasiswa Ilmu Politik

Tak Apa-apa untuk Menjadi (Sedikit) Melankolis

Diperbarui: 8 November 2023   14:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melankolis adalah spesies kesedihan menenangkan yang muncul sebagai pengakuan bahwa hidup itu sulit | Ilustrasi oleh StockSnap via Pixabay

Kita kecanduan kebahagiaan. Telusuri saja internet, toko buku, dinding kafe, atau mural jalanan; kita akan melihat sesuatu tentang cara menjadi bahagia. Bahkan beberapa darinya menjanjikan kita kebahagiaan hanya dalam tiga langkah atau sekian menit.

Saya khawatir bahwa budaya kita yang terlalu menekankan kebahagiaan ini akan menjadi suatu bumerang tersendiri bagi kita semua. Bagaimana jika seluruh nasihat ceria ini hanya semakin membuat kita tak mampu? Faktanya memang begitu.

Dengan mengorbankan kesedihan, tergopoh-gopoh ingin "mengobatinya", atau menyangkal keabsahannya sama sekali, saya khawatir kita melupakan bagian utama dari kehidupan yang utuh. Saya akhirnya khawatir bahwa kita menjadi alergi pada melankolia.

Apa yang terjadi pada keanggunan melankolis, yang selama prosesnya memerlukan refleksi semacam seduhan mental, misalnya segelas teh?

Saya tak mendorong orang untuk menghindari atau membenci kebahagiaan. Itu konyol. Apa yang tepatnya ingin saya katakan adalah bahwa kita sedang berada dalam masa yang kurang menyenangkan. Setiap detiknya selalu ada potensi bencana.

Paranoia hampir setiap pagi mengagetkan kita hingga terjaga, dan kita terhuyung-huyung di bawah sinar matahari. Setibanya malam, kegelapan begitu menggelisahkan. Bintang-bintang sangat indah, tapi terasa remang-remang dan boros.

Suatu pagi, saya terbangun dan duduk di tepi ranjang merenungkan lubang ozon, hujan rudal di Gaza, pemanasan global, senjata nuklir, ancaman kepunahan manusia. Ini adalah pembuka hari yang lucu, nyaris seperti parodi yang terlalu menggelikan.

Dan saya bukan satu-satunya. Saya ingin kita semua mengakui itu.

Tentang melankolis

Sore itu saya menyusuri trotoar Jatinangor tanpa tujuan. Matahari sedikit lagi merosot, dan cahayanya seperti palet warna pastel. Irama kaki saya agak terbawa oleh langkah anak-anak IPDN dan Unpad yang bergegas pulang; saya coba melambat dan tertinggal.

Jalanan benar-benar bising hingga nyanyian saya yang begitu keras tak terdengar oleh saya sendiri. Sejenak saya menepi untuk menyaksikan musisi jalanan di sebuah minimarket. Hal terbaik tentang berjalan kaki tanpa tujuan adalah kita bisa pergi dan berhenti sesuka hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline