Saya mengalami kesepian yang cukup akut, setidaknya dalam setahun terakhir, dan saya ragu apakah orang bisa memahaminya. Maksud saya, semua orang punya masalahnya sendiri-sendiri, dan itu membuat masalah orang lain terkesan biasa-biasa saja.
Seorang teman bercerita bahwa dia pernah ditolak perempuan yang telah dekat dengannya selama beberapa bulan, dan rasa sakitnya mengerat selama berbulan-bulan pula. "Jika tak ada orang-orang di sekitarku," ujarnya, "aku pasti sudah menyakiti diri sendiri."
Seorang teman lain, setahun lebih tua dan magang di tempat yang sama dengan saya, bercerita bahwa dia pernah dicerca narasumber pada sebuah wawancara. Pertanyaannya dinilai tak bermutu, dan seterusnya. Hingga saat ini, dia masih trauma untuk mewawancarai orang.
Atau pertimbangkan seorang teman yang, jika diukur secara meterial, hidupnya baik-baik saja. Sangat baik, harus saya katakan. Tapi beberapa hari lalu dia berterus-terang kepada saya bahwa dia menangis hampir setiap malam, digigit oleh pikirannya sendiri yang rewel akan masa depan.
Saya sangat bersimpati kepada mereka, tapi terkadang sangat sulit bagi saya untuk memahami mereka karena masalah-masalah yang mendera diri saya sendiri, dan begitu pula mereka kepada saya. Di momen-momen seperti ini, saya selalu ingat Albert Camus.
Dalam esainya "Mitos Sisifus", Camus mengakui kesia-siaan tugas Sisifus, dan kesamaannya yang jelas dalam kehidupan sehari-hari kita. Tapi Camus menilai bahwa terlepas dari berbagai kesulitan dunia ini, manusia masih bisa secara teratur mengalami kebahagiaan.
Biarpun kita terjebak dalam keadaan yang mengerikan, kita bisa mencintai satu sama lain. Bahkan Sisifus pun merasa bahagia, kata Camus, karena "perjuangan untuk mencapai puncak sudah cukup untuk memenuhi hati manusia".
Dengan kata lain, dia menikmati pengalihan yang sederhana.
"Pengalihan" itu tak harus hal-hal besar. Hidup bukan tentang hal-hal besar. Pikirkan samudra yang terbentang luas di muka bumi; itu adalah kumpulan setetes air. Lihat tubuh kita yang terdiri dari daging dan darah; semuanya tersusun atas sel-sel mungil.
Jadi, saya juga berpikir, dan banyak orang telah memikirkannya, bahwa hidup yang bahagia adalah tentang menghargai hal-hal kecil. Di sini saya menyusun daftar versi saya sendiri, hal-hal kecil yang membantu saya menyikapi hari-hari yang berat.