Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Andi Firmansyah

TERVERIFIKASI

Mahasiswa Ilmu Politik

Belajar Seni Melupakan di Era Kelimpahan Informasi

Diperbarui: 23 Februari 2023   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seni melupakan mengajari kita tentang bagaimana cara melupakan dan apa yang harus dilupakan | Ilustrasi oleh Michal Jarmoluk via Pixabay

Ketika lupa sesuatu, kita sering frustrasi dan menganggapnya sebagai kesalahan sistem otak. Doktrin sistem pendidikan konvensional membuat kita makin yakin tentangnya: menjadi lebih cerdas berarti menjadi lebih baik dalam mengingat sesuatu.

Itu tak sepenuhnya salah, tapi menghubungkan kecerdasan dan ingatan merupakan asimetri aneh yang mengacaukan cara kita berpikir tentang keterampilan otak. Faktanya, melupakan adalah bagian alami dan penting dari proses kognitif kita.

Otak kita terus-menerus memproses informasi dan menyimpannya, tapi tak semua informasi itu sama pentingnya. Beberapa ingatan sepele cepat berlalu dan yang lainnya mungkin lebih penting bagi kita sehingga otak memprioritaskannya untuk tetap kita ingat.

"Jika Anda mengenal seseorang yang sangat kreatif, orang itu diberkahi kelupaan yang luar biasa," kata ahli saraf Amerika Scott A. Small. Jauh dari tanda kegagalan, melupakan bisa dibilang merupakan strategi otak yang efektif dalam mengolah informasi yang masuk.

Seringnya, lupa adalah berkah

Solomon Shereshevsky, atau dikenal sebagai "S", memiliki ingatan yang dahsyat. Psikolog Rusia Alexander Luria menguji dan mengetes kemampuan Shereshevsky untuk mengingat selama tiga puluh tahun.

Shereshevsky dapat menghafal daftar angka acak yang sangat panjang, halaman puisi dalam bahasa asing yang tidak dikuasainya, bahkan formula ilmiah rumit yang tidak dimengertinya sama sekali.

Yang lebih mencengangkan lagi, dia bisa mengingat daftar itu secara berurutan tanpa sedikit pun kesalahan ketika Luria mengujinya kembali bertahun-tahun kemudian. Tapi, kemampuan super Shereshevsky itu ada harganya.

Dia mengaku merasa terbebani oleh informasi yang berlebihan dan acapkali tak relevan. Dia sangat kesulitan untuk menyaring, memprioritaskan, dan melupakan apa yang tak diinginkan. Ketidakmampuannya untuk melupakan telah menghambatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Kasus serupa juga dialami Jill Price, orang pertama yang menerima diagnosis hyperthymesia. Dia mampu mengingat setiap detail hidupnya sejak usia 14 tahun. Ironisnya, Price menyebut keberadaannya sebagai menyiksa. "Saya telah mengalami neraka dalam hidup saya," katanya.

Lupa sering kali adalah berkah, begitu kira-kira pelajaran yang bisa kita ambil dari kasus Shereshevsky dan Price. Dalam hal ini, lupa tak selalu merupakan tanda penuaan yang patut disesalkan atau gejala pikun. Lupa, selain alami, juga sangat bermanfaat bagi hidup kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline