Kita membutuhkan memori (ingatan) untuk mempelajari sesuatu. Tanpanya, informasi dan pengalaman tak bisa dipertahankan. Orang baru bakal tetap jadi orang asing. Anda tak akan bisa mengingat apa kalimat pertama di artikel ini.
Memori juga merupakan komponen kunci dari kesadaran-diri (self-awareness), membantu kita untuk memahami identitas dan masa lalu personal kita. Memori, dengan demikian, memungkinkan kita untuk memiliki perasaan tentang siapa kita kini dan sebelumnya.
Memori bukan sebatas cetakan masa lalu dalam diri kita; ini adalah penjaga apa saja yang bermakna dalam harapan-harapan dan ketakutan kita.
Pendeknya, memori amatlah vital untuk kemampuan dalam belajar, tumbuh, serta menavigasi dunia di sekitar kita. Tanpa daya ingat yang kuat, kita bakal kesusahan untuk memproses informasi baru, mengingat peristiwa penting, dan membangun hubungan.
Saya sendiri, terus terang, sering lupa terhadap sesuatu yang mestinya saya ingat. Di sebuah pagi, umpamanya, saya hendak membaca buku dan perlu kacamata. Saya balik ke kamar dan mendapati diri berdiri kaku sambil bingung bukan kepalang: "Buat apa aku ke kamar?"
Atau ketika di kelas, tatkala seorang teman bertanya tentang siapa pencetus adagium "power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely", saya hanya bisa mengingat suku kata "ton", terlepas dari begitu seringnya saya mendengar nama itu.
Rasanya geram: sesuatu yang biasanya saya ingat secara spontan mendadak seperti terblokir dari otak saya, seolah sudah di ujung lidah dan nyangkut di situ tanpa bisa terucapkan. Itu tersimpan di otak saya, bersembunyi seperti anjing nakal yang tak mau datang saat dipanggil.
Fenomena semacam itu dikenal sebagai blocking atau tip of the tongue: kita mencoba menemukan sebuah kata, paling sering nama seseorang, dan kita tahu bahwa kita tahu tapi tak bisa mengambilnya sesuai permintaan.
Pengalaman-pengalaman seperti itu membuat saya penasaran tentang cara kerja otak manusia. Saya baru selesai membaca buku Remember: The Science of Memory and The Art of Forgetting karya Lisa Genova.
Karenanya, mengingat saya bukan ahli saraf, artikel ini hendak memaparkan beberapa taktik untuk memperkuat daya ingat yang didasarkan atas buku tersebut. Bukan berarti artikel ini adalah rangkuman dari buku itu, melainkan sebatas catatan poin-poin penting menurut saya.