Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Andi Firmansyah

TERVERIFIKASI

Mahasiswa Ilmu Politik

3 Buku yang Mengubah Kebiasaan Menulis Saya di Tahun 2022

Diperbarui: 1 Januari 2023   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa buku mengubah gaya tulisan saya, sebagiannya mengubah kebiasaan menulis saya | Ilustrasi oleh Nino Care via Pixabay

Pada dasarnya, setiap buku dapat memengaruhi atau mengubah kebiasaan seseorang dalam menulis. Dia yang suka menulis tema-tema how-to, secara mengejutkan, mungkin akan mendapati perubahan dalam tulisannya setelah membaca buku-buku memasak.

Jadi, buku-buku yang dimaksud tak harus terbatas pada tema-tema "how to write". Gaya tulisan akademik saya, umpamanya, cukup terpengaruh oleh Bertrand Russell, dan gaya fiksi saya sangat terpengaruh oleh Albert Camus dan Franz Kafka.

Dalam artikel ini, saya tak akan membicarakan buku-buku yang mengubah gaya tulisan saya, melainkan kebiasaan menulis saya. Dan memang, tiga buku berikut, kecuali satu, tak secara langsung membahas tentang dunia kepenulisan.

Daftar ini jelas sangat subjektif, tapi orang mungkin akan terinspirasi sama banyaknya seperti saya kalau ikut membaca buku-buku ini.

Rip It Up oleh Richard Wiseman

Tampilan sampul depan buku Rip It Up via Panmacmillan.com

Saya menulis beberapa artikel self-help dan Tuhan tahu saya tak suka, kalau bukan benci, membaca buku-buku self-help (karenanya saya tak suka menyebut artikel-artikel saya sebagai self-help).

Buku Wiseman ini agaknya mendapat reputasi sebagai buku self-help, tapi saya cenderung menganggapnya sebagai buku psikologi. Ini bukan karena saya menyukai buku ini dan lalu menilainya sebagai bukan self-help.

Rip It Up menawarkan tesis sederhana dengan segudang bukti ilmiah yang mendukungnya. Ini bertumpu pada proposisi kontroversial William James: "If you want a quality, act as if you already have it". Wiseman meneruskannya sebagai prinsip "As If", prinsip "Seolah-olah".

Prinsip "Seolah-olah" kurang lebih hendak mengatakan bahwa, bukan perasaan kita yang memandu tindakan kita (saya senang maka saya tertawa), melainkan tindakan kita yang memandu perasaan kita (saya tertawa maka saya senang).

Contoh dari James agaknya dapat menjelaskan: "Anda tidak lari dari beruang karena Anda takut padanya, tapi jadi takut pada beruang karena Anda lari darinya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline