Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Andi Firmansyah

TERVERIFIKASI

Mahasiswa Ilmu Politik

Le Petit Prince dan Pengaruh Kekuasaan dalam Keseharian Kita

Diperbarui: 6 April 2022   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada satu poin minor dari novel Le Petit Prince yang dapat membantu kita memahami cara kerja kekuasaan | Ilustrasi via Kingsplace.co.uk

Sebagai orang dewasa, setidaknya menurut ukuran usia, novel Le Petit Prince mengingatkan saya akan masa kecil yang penuh kepolosan dan kemurnian. Namun, seiring saya melekat dengan komunitas sosial dan diyakinkan tentang berbagai hal, kemurnian tersebut terus memudar, digantikan oleh pemahaman yang muram perihal huru-hara kehidupan.

Le Petit Prince (terj. Pangeran Cilik) merupakan karangan Antoine de Saint-Exupry selama pengasingannya di Amerika antara tahun 1941 sampai 1943. Kabarnya, novel ini telah diterjemahkan ke dalam 300 bahasa dan laku terjual sekitar 200 juta kopi di seluruh dunia, sekaligus menjadikannya sebagai salah satu buku terlaris sepanjang sejarah penerbitan.

Kisah Pangeran Cilik, sekurang-kurangnya, mewakili keterbukaan pikiran anak-anak yang berlawanan dengan pikiran orang-orang dewasa: naif dan terkotak-kotak. Dalam banyak titik, Saint-Exupry menggambarkan kepolosan anak-anak yang dipenuhi keingintahuan dan tanpa keraguan untuk terlibat dalam misteri alam semesta.

Perlu diakui bahwa sepanjang novel tersebut, pembaca dibawa pada suatu dilema yang sebenarnya tidak begitu penting, tetapi terus mengganjal hingga kalimat terakhir: apakah novel itu diperuntukkan untuk anak-anak atau orang dewasa?

Gaya bahasanya yang ringan sekaligus megah menyiratkan kepiawaian pengarang dalam membubuhkan kata-kata sederhana untuk mewakili makna yang lebih rumit. Dengan demikian, tidak ada salahnya bila kita menganggap novel tersebut sangat relevan bagi semua usia dan tak lekang oleh waktu.

Akan tetapi, terlepas dari banyaknya nilai yang disiratkan Saint-Exupry, ada satu bagian yang sangat memikat saya dan cukup lama hinggap menetap dalam pikiran. Bagian yang dimaksud adalah ekspedisi pertama Pangeran Cilik ke Asteroid 325.

Asteroid tersebut didiami oleh seorang raja yang mengenakan jubah merah berpinggiran bordir bulu putih, sembari bersemayam di sebuah singgasana yang sederhana sekaligus menawan. Dia tidak memiliki seorang rakyat pun sampai kedatangan Pangeran Cilik.

Tokoh ini merefleksikan bagaimana seorang penguasa tidak menerima ketidakpatuhan dan ingin agar kekuasaannya senantiasa disanjung. "... dunia lebih sederhana bagi raja-raja: semua orang adalah rakyatnya," tulis Saint-Exupry.

Sang raja bukan saja bersikap licik dan irasional, tetapi kita juga mendapatkan kesan betapa konyolnya dia. "Tentu saja," titah Raja, "mereka menuruti perintahku dengan segera. Aku tidak mentolerir sikap kurang disiplin."

Gagasan tersebut, jika diperinci lebih dalam, dapat membawa kita pada pertanyaan tentang bagaimana kekuasaan bekerja dan memengaruhi keseharian kita, serta mengapa pemahaman terhadapnya begitu penting untuk dipedulikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline