Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Andi Firmansyah

TERVERIFIKASI

Mahasiswa Ilmu Politik

Menggali Makna Indah dari Idul Adha dan Pelurusan Paradigma Terhadapnya

Diperbarui: 10 Juli 2022   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Idul Adha lebih dari sekadar tradisi dan menyimpan segudang visi moralitas di baliknya | Ilustrasi oleh Mabel Amber via Pixabay

Suatu ketika, Nabi Ibrahim bermimpi melihat dirinya sedang menyembelih putranya sendiri, Nabi Ismail. Layaknya manusia biasa, mimpi tersebut membuat Nabi Ibrahim gelisah dan gundah.

Rentang kisah yang telah ditenun oleh ayah dan anak itu harus berakhir dengan kekejaman; sungguh? Mimpi dari seorang nabi dan/atau rasul sering menjadi sarana penyampaian wahyu dari Allah, dan Nabi Ibrahim sadar akan hal itu. Tapi mengapa harus "pembunuhan"?

Apa yang dipikirkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tidaklah sama dengan apa yang akan kita pikirkan jika mengalami keadaan yang sama. Maksud saya, mereka melakukannya! Itu seperti Anda mempertaruhkan seluruh hidup Anda pada lemparan koin; sulit dipercaya!

Namun ketaatan dan keimanan mereka tidak tergoyahkan. Pada detik-detik terakhir penyembelihan, Malaikat Jibril datang dan menggantikan Nabi Ismail dengan hewan ternak. Dalam rangka mengenang momen dahsyat ini, lahirlah tradisi Idul Adha.

Idul Adha bukan sekadar agenda tahunan di mana seluruh umat muslim menikmati daging kurban dengan penuh kegembiraan dan kemenangan. Makna semacam itu bahkan sama sekali belum menyentuh permukaan dari keindahan Idul Adha.

Ibarat seseorang bertanya kepada Anda tentang keberhargaan sebongkah emas, namun Anda hanya menjawab, "Berkilauan!" Itu tidak cukup, bahkan merusak kemilau emas itu sendiri!

Agar kita mengerti dan menghayati tentang seberapa mulianya Idul Adha, kita perlu membuka mata kita melampaui fenomena fisik dan menilik secara hati-hati tentang makna mendalam dari "festival rutin" ini.

Pembantaian massal?

Seorang teman pernah menyinggung, "Aneh, mengapa kalian ingin mendapatkan pahala dari perbuatan membunuh? Tidakkah kalian merasa kasihan kepada hewan-hewan ternak itu? Mengapa membunuh hewan disebut ibadah dan bukannya menyayangi hewan?"

Saya senang dengan orang yang tidak mengerti dan bertanya daripada mereka yang merasa tahu dan mengklaimnya sendiri sebagai kebenaran. Saya tawarkan 3 macam jawaban kepadanya, dan dia mengisyaratkan ingin semua jawaban yang saya punya.

Saya mengerti dan itu bagus.

Pertama, secara sains. Perlu diketahui bahwa penyembelihan dalam Islam (atau sekarang merujuk pada momen Idul Adha) tidak dilakukan dengan metode sembarangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline