Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Andi Firmansyah

TERVERIFIKASI

Mahasiswa Ilmu Politik

Sepercik Cahaya Kembang Api

Diperbarui: 31 Desember 2020   09:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harapan itu mengangkasa dengan sepercik cahaya kembang api | Gambar oleh Pexels via Pixabay

Sebuah tamparan membawaku pada kenyataan, bahwa tahun 2020 akan segera berakhir. Sungguh sedih, bahwa aku begitu menikmati tahun 2020 yang penuh masalah ini. Tetapi memang seperti inilah kehidupan; sebuah "siklus keabadian". Sesuatu selalu datang dan lenyap.

Pikiranku sedikit kosong sekarang ini. Dan kekosongan itu diisi oleh layar lebar bak bioskop yang menayangkan momen-momen di tahun 2020; tahun yang penuh masalah, juga penuh pencapaian. Bahkan beberapa di antaranya hanya berupa pencapaian receh. Aku menghargainya!

Tahun 2020 menjadi tahun pertamaku fokus menulis. Aku masih ingat tulisan pertamaku di tahun 2020; sangat konyol. Aku menertawakan karyaku sendiri, karena aku menertawakan segalanya dalam hidup. Hidup adalah absurditas yang banyak mengundang tawa. Sangat disayangkan jika kita mengabaikannya.

Namun tak pernah terlintas dalam pikiranku, bahwa tahun yang penuh masalah ini membuatku merasa ... sulit untuk digambarkan dalam satu kata. Sesungguhnya semua ini terlalu absurd untuk dikatakan. Sebongkah mutiara tak mudah digambarkan dalam kata-kata.

Di awal tahun 2020, aku mendirikan blog pribadiku yang memuat tulisan-tulisan konyol curhat dengan sedikit polesan inspirasi untuk pembaca. Aku tak begitu paham dengan SEO atau programming web saat itu. Dan karenanya tulisan di blogku hanya banyak dibaca oleh teman-temanku sendiri. Aku cukup gerah. Blog itu mulai berkembang setelah aku belajar SEO.

Di pertengahan tahun 2020, aku berjumpa dengan sesuatu yang unik: Kompasiana. Setelah sering membaca artikel-artikel di Kompasiana, aku coba menulis artikel pertamaku di sini. Selang beberapa hari, aku menulis artikel kedua. Aku merasa nyaman. Dan aku masih ingat artikel pertamaku yang masuk headline. Rasanya menjadi semakin candu untuk menulis di sini.

Seorang guruku menghubungi lewat WhatsApp, bahwa beliau meminta izin untuk menjadikan artikelku yang masuk headline itu dijadikan bahan analisis peserta didik baru. Karena artikel itu tentang peluang emas pelajar di balik libur pandemi, katanya sangat cocok untuk dijadikan pembelajaran bagi mereka. Sedikit banyak, aku merasa malu. Dengan gugupnya, aku hanya mengatakan, "Ibu bisa menggunakannya tanpa izin saya sepanjang waktu. Itu hanya kumpulan kata-kata bagi saya."

Aku masih menulis di Kompasiana, termasuk tulisan ini. Aku tak ingin berhenti menulis di sini, tapi aku tahu, suatu hari, aku akan berhenti. Dan itu tidak masalah. Tulisan adalah simbol keabadian. Sekali pun aku tak lagi di sini, tulisanku masih ada di sini. Separuh jiwaku tetap tinggal di sini.

Empat bulan menjelang akhir tahun, aku mulai aktif mencari lomba menulis. Bukan karena ingin menang, tapi aku butuh uang. Lucu sekali! Seperti sebuah paradoks, aku rasa. Dan hasilnya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhanku.

Dari mulai Juara 2 dan 3 (Juara Ganda) Lomba Esai Matematika se-Indonesia, Juara 1 Pekan Esai Nasional se-Indonesia, sampai yang terakhir, Juara Favorit Blog Competition Menulis Tentang Ibu di Kompasiana bersama Mendikbud. Itu hanya sebagian kecil; tak terlalu receh, bukan?

Dan yang paling membuatku terheran-heran sendiri, hanya dalam rentang 1 tahun, aku menulis 3 buku dan sudah terbit. Sebenarnya baru dua buku, satu buku lagi sedang antre untuk terbit. Dua buku pertamaku bergenre sama, Pengembangan Diri. Dan buku ketiga, adalah sebuah buku novel pengembangan diri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline