Rumah panggung merupakan wujud arsitektur vernakular yang tersebar luas di penjuru dunia mulai dari pesisir Amerika, Eropa (misalnya Lezirao, Portugal; Virtudes dan Almeida, 2016), Afrika, Asia, hingga Australia. Penyebaran luas rumah panggung didukung oleh keunggulannya dalam beradaptasi pada lingkungan. Rumah yang dibangun dalam bentuk panggung memungkinkan penempatan pada topografi berlereng dan landasan yang tidak stabil (seperti bantaran sungai, pesisir pantai, atau tanah rawa). Pembangunan di tanah datar pada masyarakat tradisional memberikan fungsi keamanan dari hewan liar maupun fungsi peternakan dengan membangun kandang ternak di bagian bawah lantai. Bagi suku tertentu, rumah panggung bahkan merupakan simbol dari makrokosmos, dengan bagian kolong sebagai dunia orang mati (dan karenanya suku di Jepang membuat kuburan di kolong), bagian rumah sebagai tempat tinggal manusia, dan bagian atap sebagai dunia dewa-dewa (Sato, 2014).
Desain rumah panggung saat ini kembali mengemuka karena sejumlah keunggulan lainnya yang dapat diberikan rumah panggung, relatif terhadap rumah non panggung. Keunggulan-keunggulan ini mencakuplah perlindungan terhadap banjir, memaksimalkan pandangan, perluasan ventilasi, estetika, dan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan (Gross, 2015). Posisi lantai rumah yang lebih tinggi dari rata-rata rumah non panggung memungkinkan penghuni terhindar dari banjir. Sementara itu, pembangunan rumah panggung juga memungkinkan pemaksimalan pandangan, terlebih pada kawasan sempit dengan bagian bawah rumah terhalang bangunan di wilayah perkotaan atau objek wisata. Jika bagian bawah rumah tidak terhalang, kolong rumah memberikan fungsi ventilasi bagi lantai. Selain itu, desain panggung juga meningkatkan estetika. Beberapa destinasi wisata di dunia seperti Pulau Castro di Chile, Pasco County dan Stiltsville di Florida, Tai O di Hong Kong, dan Kampung Ayer di Brunei, mengunggulkan arsitektur rumah panggung yang mereka miliki untuk menarik wisatawan. Kota Ganvie di Benin bahkan seluruhnya dibangun dalam bentuk panggung di atas sebuah danau, menampung 30 ribu penduduk dan dijuluki sebagai Venice of Africa (Jennings, 2014).
Penulis : muhammad fharezi
Prodi : pendidikan sejarah
Dosen pembimbing : YULIANTORO M,PD
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H