Lihat ke Halaman Asli

Hasan Izzurrahman

Diam Bersuara

Israel dan Fobianya terhadap Ramadhan

Diperbarui: 10 April 2022   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasukan Keamanan Israel berpatroli di Tel Aviv. REUTERS/Ammar Awad 

Bagi umat Islam, bulan suci Ramadhan selalu berkaitan dengan kedamaian, ketenangan, kebahagiaan, momen mendekatkan diri kepada Allah, dan keluarga.

Di banyak negara Muslim, otoritas publik dan pengusaha sektor swasta mengurangi jam kerja untuk memungkinkan karyawan mereka beribadah dan berdoa dalam suasana yang lebih tenang.

Teman, tetangga, dan kerabat sering mengadakan makan untuk berbuka puasa setiap hari, di mana orang-orang yang biasanya terlalu sibuk untuk bertemu, maka di bulan Ramadhan mereka dapat berkumpul.

Situasi di wilayah Palestina yang dianeksasi, bagaimanapun berbeda dalam banyak hal, terutama di Yerusalem, di mana Israel tampaknya memiliki fobia terhadap Ramadhan.

Ramadhan tahun lalu, jika kita masih ingat, ketika pemukim ilegal Israel secara tiba-tiba menyerbu Masjid Al-Aqsa untuk merayakan 'penyatuan Yerusalem' dan tujuh keluarga Palestina berada di bawah ancaman pengusiran dari tanah mereka di Sheikh Jarrah. Kemudian berkembang menjadi serangan mematikan terhadap warga Palestina, khususnya di Jalur Gaza.

Ramadhan tahun ini, petugas bersenjata juga telah dipersiapkan di pos pemeriksaan yang tak terhitung jumlahnya. Mereka memeriksa seluruh identitas jemaah yang menuju shalat di Masjid Al-Aqsha. Ribuan polisi Israel, termasuk beberapa yang menunggang kuda, turut mengepung Tempat Suci.

Ini semua adalah bagian dari upaya Israel, setelah lebih dari lima puluh tahun 'pencaplokan' dan pendudukan ilegal. Terlepas dari hukum internasional dan resolusi PBB, negara apartheid ini ingin menjadikan pendudukan ilegalnya permanen dan sah.

Provokasi Israel terhadap penduduk asli Palestina Muslim dimaksudkan untuk memberi tahu mereka siapa yang bertanggung jawab. Pada tahun-tahun awalnya, kepemimpinannya yang berhaluan kiri tidak menjadikan tempat-tempat suci Muslim dan Kristen sebagai prioritas.

Para pemimpin berikutnya seperti Benjamin Netanyahu dan penggantinya Naftali Bennett, berpikir sebaliknya, karena ideologi dan pemilih mereka adalah sayap kanan dan hak beragama yang menginginkan Israel menjadi negara Yahudi, termasuk tempat-tempat suci kelompok agama lain.

Baru-baru ini dilaporkan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengizinkan seluruh tentara, Shin Bet dan semua pasukan keamanan untuk melakukan kebebasan bertindak guna 'membasmi teror'.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline