Lihat ke Halaman Asli

Gaya Keynesian dalam Mengatasi Resesi 2023

Diperbarui: 26 Oktober 2022   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penggaungan resesi ekonomi global santer terdengar baik di berita, media sosial, maupun diskusi yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2023. Sehingga memunculkan rasa keingintahuan akan definisi resesi ekonomi itu sendiri. Sekian banyak definisi resesi ekonomi, secara sederhana resesi ekonomi ini dapat dikatakan sebagai suatu keadaan memburuknya perekonomian suatu negara yang dilihat dari pertumbuhan negatif Produk Domestik Bruto (PDB), meningkatnya pengangguran, juga pertumbuhan negatif ekonomi riil selama dua kuartal berturut-turut.

Resesi ekonomi ini sudah terjadi beberapa kali dalam sejarah umat manusia. Tahun 1973 terjadi supply-side shock recession atau resesi yang terjadi akibat masalah pasokan minyak mentah. Menjadikan harga minyak mentah meroket dan inflasi tinggi terpicu olehnya. Sehingga bank sentral menaikkan suku bunga yang berdampak pada stagflasi hingga resesi. Periode tahun 2007 hingga 2009 terjadi balance sheet recession atau great recession yang terkenal di Amerika Serikat merupakan resesi yang terjadi akibat kemerosotan harga aset dan kredit macet yang menyebabkan neraca perbankan maupun perusahaan mengalami penurunan yang sangat besar.

Lalu seperti apa resesi ekonomi yang akan terjadi di tahun 2023? Prediksi dari ekonom Nouriel Roubini atau yang akrab disapa Dr. Doom yang sukses memprediksi resesi 2008 menyatakan bahwa resesi yang akan terjadi pada tahun 2023, dampaknya merupakan gabungan dari dampak resesi yang terjadi antara resesi 1970an dan 2008. Dr. Doom melihat bahwa resesi 2023 akan menjadi resesi yang panjang dan dalam. Prediksinya berangkat dari kondisi ekonomi saat ini yang mirip dengan 2007/2008, dilihat dari negara serta korporasi yang memiliki utang yang tinggi. Terjadi kenaikan angka rasio jumlah utang swasta dan publik yang melonjak dari 200% pada 1999 menjadi 350% pada tahun ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global.

Hal tersebut akan terkontraksi ketika bank-bank sentral di seluruh dunia secara serempak menaikkan suku bunga sebagai  respon dari inflasi yang terjadi akibat pandemi Covid-19, juga pasokan komoditas yang sulit di beberapa negara akibat konflik Rusia-Ukraina. Ketika kenaikan suku bunga juga disertai dengan tekanan pasar keuangan, maka pada tahun 2023 PDB akan melambat sebesar 0,5 persen. Sehingga muncul kontraksi pertumbuhan per kapita sebesar 0,4 persen dan ini yang akan terjadi di 2023 mendatang.

Apa saja dampak yang terjadi akibat resesi ekonomi 2023? World Bank menyatakan resesi 2023 akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi global melambat. Sektor riilnya dapat mengakibatkan PHK massal, kenaikan harga kebutuhan sehari-hari, kenaikan harga pasokan energi, dan naiknya angka kemiskinan.

Bagaimana dalam mengatasi resesi 2023? Tampaknya, cara-cara Keynesian mampu untuk mengeluarkan suatu negara dari resesi 2023. Keynesian merekomendasikan kebijakan fiskal dan moneter sebagai alat utama untuk mengelola ekonomi, juga menghendaki campur tangan eksternal dalam hal ini pemerintah. Berangkat dari kritik terhadap argumen ekonomi klasik yang menyatakan bahwa pemulihan ekonomi dapat terjadi hanya dengan melalui kekuatan dan insentif ekonomi alami.

Terdapat dua gagasan utama dalam teori ekonomi Keynesian dalam mengahadapi suatu resesi. Pertama, dalam jangka pendek, yang mana penawaran agregat kurang mempengaruhi ekonomi dibandingkan permintaan agregat. Kedua, harga dan upah lebih bersifat 'kaku' karena dibawah kebijakan pemerintah. Maksudnya, ketika resesi ekonomi terjadi yang menyebabkan pengangguran, kondisi ekonomi pun tidak akan segera kembali ke ekuilibriumnya saat terjadi resesi dan ini bertolak belakang dengan para penganut ekonomi klasik. Menurut Keynesian kondisi ekonomi akan kembali ke titik ekuilibriumnya ketika adanya rangsangan eksternal berupa peran serta pemerintah. Lebih spesifik, Keynesian menghendaki peningkatan pengeluaran pemerintah dan menurunkan pajak atau kombinasi keduanya karena dianggap dapat merangsang permintaan dan menarik ekonomi global keluar dari pertumbuhan yang lemah. Hal tersebut yang disebut konsep kebijakan fiskal ekspansif yang dapat dilakukan oleh pemerintah dari pandangan Keynesian.

Sektor swasta dinilai oleh Keynesian tidak cukup untuk menggerakan perekonomian saat terjadi resesi. Hal tersebut karena sektor swasta sering mendasarkan keputusannya pada kondisi ekonomi aktual dengan beranggapan bahwa investasi dan pengeluaran konsumsi terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi. Sehingga ketika pertumbuhan ekonomi turun, diikuti oleh sektor swasta dengan penurunan investasi dan konsumsi. Sebaliknya, pengeluaran pemerintah ini merupakan pengeluaran otonom yang tidak terikat oleh kondisi pertumbuhan ekonomi.

Cara-cara Keynesian ini tampaknya dijadikan sandaran kebijakan ekonomi World Bank sebagai rekomendasi upaya yang dapat dilakukan oleh suatu pemerintah untuk menghadapi dampak resesi 2023 serta memperbaiki pertumbuhan ekonomi, diantaranya pengetatan kebijakan fiskal dan moneter, mengalihkan fokus dari mengurangi konsumsi ke meningkatkan produksi, memberi insentif pada rumah tangga yang rentan dan memfasilitasi pekerja yang diputus kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline