Lihat ke Halaman Asli

MUHAMMAD TAQIPRAGATA

Mahasiswa UMY Prodi Hubungan Internasional

Polemik Hukum di Arab Saudi: Kontroversi Klub Malam Halal di Jeddah

Diperbarui: 14 Juni 2024   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Arab Saudi, sebuah negara yang dikenal dengan nilai-nilai Islam yang konservatif dan ketat, telah lama memegang teguh prinsip-prinsip Syariah sebagai dasar dari sistem hukumnya. Setiap perubahan atau modernisasi dalam aspek sosial dan budaya selalu menjadi sorotan, tidak hanya bagi masyarakat Saudi tetapi juga dunia internasional. Salah satu isu kontroversial yang muncul baru-baru ini adalah pembukaan klub malam di negara ini. Keputusan ini menimbulkan polemik hukum dan sosial yang cukup signifikan, mengingat kebijakan semacam ini bertentangan dengan norma-norma tradisional yang telah lama dijunjung tinggi di Arab Saudi.

Latar Belakang

Sejak awal pendiriannya, Arab Saudi telah menjalankan hukum Syariah sebagai hukum negara. Hukum Syariah ini mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk peraturan sosial, budaya, dan agama. Hiburan yang melibatkan musik, tarian, dan alkohol, seperti yang umum ditemukan di klub malam, selama ini dilarang keras di bawah hukum ini. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, di bawah kepemimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, negara ini telah melihat sejumlah reformasi yang signifikan sebagai bagian dari Visi 2030. Visi ini bertujuan untuk mendiversifikasi ekonomi negara yang bergantung pada minyak dan memodernisasi masyarakat Saudi.

Visi 2030 dan Modernisasi Sosial

Visi 2030 adalah rencana ambisius yang diluncurkan pada tahun 2016 oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Rencana ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada minyak, mengembangkan sektor-sektor baru dalam ekonomi, dan membuka masyarakat Saudi kepada pengaruh dan inovasi dari luar. Salah satu elemen penting dari Visi 2030 adalah pengembangan sektor pariwisata dan hiburan. Seiring dengan itu, Arab Saudi telah menyaksikan serangkaian perubahan signifikan, termasuk pembukaan bioskop, konser musik, dan acara-acara olahraga internasional.

Pembukaan klub malam merupakan salah satu langkah kontroversial dalam konteks ini. Klub malam pertama di Arab Saudi, "White", yang diluncurkan pada 2019 di Jeddah, menggambarkan upaya kerajaan untuk menciptakan citra baru yang lebih modern dan terbuka. Klub ini awalnya diiklankan sebagai "klub malam halal" yang tidak menyajikan alkohol, namun tetap menawarkan suasana hiburan malam yang tidak biasa bagi masyarakat Saudi. Meskipun demikian, pembukaan klub malam ini segera menimbulkan reaksi keras dari berbagai kelompok di masyarakat.

Polemik Hukum dan Sosial

Reaksi dari Ulama dan Konservatif:

Salah satu kelompok yang paling vokal menentang pembukaan klub malam adalah ulama dan tokoh konservatif di Arab Saudi. Mereka berpendapat bahwa keberadaan klub malam bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan merusak moral masyarakat. Para ulama menekankan bahwa musik, tarian, dan pergaulan bebas yang identik dengan klub malam adalah haram dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kritik ini didasarkan pada interpretasi ketat terhadap hukum Syariah, yang selama ini menjadi landasan hukum dan moral di Arab Saudi.

Perspektif Hukum:

Dari perspektif hukum, pembukaan klub malam di Arab Saudi memunculkan sejumlah pertanyaan. Hukum Syariah, yang menjadi dasar dari sistem hukum negara, secara eksplisit melarang aktivitas-aktivitas yang dianggap tidak bermoral, termasuk musik dan tarian yang berlebihan serta konsumsi alkohol. Meskipun klub malam yang dibuka di Jeddah mengklaim tidak menyajikan alkohol, keberadaan musik dan tarian tetap menjadi isu hukum yang kompleks.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline