Lihat ke Halaman Asli

Menggabungkan Tradisi dan Inovasi dalam Studi Islam

Diperbarui: 14 Oktober 2024   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Studi islam saat ini dihadapkan dengan dua kondisi antara mempertahankan tradisi yang telah diwariskan selama berabad-abad dan tuntutan inovasi yang hadir sesuai dengan perkembangan zaman. Menggabungkan antara tradisi dan inovasi dalam studi islam tidaklah mudah untuk dilakukan, namun hal tersebut penting untuk dilakukan ditengah dinamika sosial, politik, dan teknologi yang semakin komplek. Tantangan ini tidak bisa untuk dihindari, tetapi bagaimana kita dapat menggabungkan keduanya secara harmonis?

Tradisi islam mempunyai intelektual yang tinggi dan mendalam. Pengetahuan yang diwariskan dalam tafsir, hadist, fiqih, dan filsafat telah dikembangkan oleh para ulama sejak awal perkembangan agama islam. Tradisi ini mencakup metode-metode untuk menafsirkan Al-Qur'an, menjaga hukum islam, dan membimbing umat islam melalui perkembangan zaman.

Salah satu kekuatan dalam tradisi islam adalah adanya ijtihad, yang memungkinkan para ulama memberikan interpretasi baru berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah, terutama ketika berhadapan dengan permasalahan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tradisi ijtihad ini telah membuka jalan bagi berbagai mazhab islam seperti mazhab Hambali, Syafi'I, Maliki, dan Hanafi yang masing-masing mengambil sudut pandang yang berbeda namun berdasar pada sumber yang sama.

Namun, meskipun tradisi islam kaya akan pemikiran, tedapat juga kecenderungan yang menyakini bahwa perubahan harus dihindari demi menjaga keaslian agama. Bahkan ketika inovasi dibutuhkan untuk mengatasi tantangan saat ini, ketakutan akan kehilangan "kesucian" ajaran seringkali menjadi alasan penolakan inovasi.

Disisi lain, dunia modern menawarkan tantangan yang belum pernah dihadapi oleh umat muslim generasi sebelumnya. Isu-isu seperti hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender, teknologi digital, dan lingkungan hidup memerlukan jawaban yang relevan dari perspektif islam.

Sebagai contoh, kemajuan dalam bidang bioteknologi dan ilmu kesehatan menuntut fatwa-fatwa baru mengenai masalah etika medis seperti kloning, transpalantasi organ, hingga euthanasia. Isu-isu seperti ini tidak dibahas dalam teks-teks klasik dan memerlukan penafsiran baru berdasarkan prinsip-prinsip umum islam seperti menjaga kehidupan (hifz al-nafs) dan kemaslahatan umat.

Inovasi juga kita perlukan dalam cara memandang hubungan antara islam dan ilmu pengetahuan. Pada masa keemasan peradaban islam, para ilmuan islam seperti al-Khawarizim, Ibnu Sina, dan al-Razi tidak ragu lagi memadukan ajaran agama dengan pencapaian ilmu pengetahuan Yunani, Persia, dan India. Sangat disayangkan, semangat ini sempat terhenti dalam beberapa abad terahir. Di era globalisasi yang semakin kompleks, semangat keilmuan ini harus kita bangkitkan kembali untuk menjawab tantangan global.

Menggabungkan tradisi dan inovasi tidak berarti menghilangkan salah satu dari dua hal tersebut. Melainkan menemukan keseimbangan antara menjaga keutuhan ajaran islam dan mengubahnya sesuai konteks zaman. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan metode "Maqasid al-Syariah", yaitu metode yang berfokus pada tujuan utama syariah: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda.

Dengan metode ini dapat dengan mudah mengabungkan tradisi dan inovasi tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar agama. Semisal, dalam permasalahan sosial di era modern seperti kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, banyak cendikiawan muslim modern yang mencoba kembali untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan mempertimbangkan nilai-nilai keadilan. Dari penafsiran mereka menunjukan bahwa prinsip islam mendukung kesetaraan dan martabat manusia, namun pemahaman kontekstual harus terus diperbarui.

Selain itu, pendidikan islam perlu diperbaiki dengan memasukan berbagai metode baru dan menggabungkan pemikiran tradisional dan modern. Seminar, diskusi akademis, dan progam studi yang memfasilitasi dialog antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan modern sangat diperlukan. Tanpa adanya dialog ini, umat muslim beresiko terjebak pada pemikiran yang kaku atau hanya mengiikuti arus dunia modern tanpa landasan yang kuat.

Tidak dapat disangkal bahwa upayah menggabungkan tradisi dan inovasi penuh dengan hambatan. Salah satu tantangan terbesar adalah penolakan kelompok konservatif yang menganggap segala bentuk inovasi sebagai ancaman terhadap ortodoksi. Disisi lain, beberapa ilmuan terlalu cepat mengadopsi pandangan modern tanpa mempertimbangkan kearifan tradisi islam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline