Lihat ke Halaman Asli

Pungli dan Kemacetan Menjadi Permasalahan Sehari-hari di Pasar Pagesangan

Diperbarui: 27 November 2024   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karcis Tarikan Restribusi Harian di Pasar Pagesangan  (Sumber: diagramkota.com)

Pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli barang dan/atau jasa. Pasar memiliki peran penting dalam perekonomian suatu wilayah karena menjadi pusat distribusi barang-barang kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya menjadi tempat transaksi ekonomi saja, tetapi pasar juga dapat menjadi pusat interaksi sosial dan budaya. Indonesia, negeri kita tercinta, terdapat banyak sekali pasar, contohnya pasar tradisional, swalayan, minimarket, dan supermarket. Begitu juga dengan Pagesangan, kelurahan di kota Surabaya yang jumlah penduduknya tergolong tidak banyak ini juga memiliki pasar tradisional kebanggaan yang bernama Pasar Pagesangan.

Pasar Pagesangan merupakan salah satu pasar tradisional di Surabaya yang telah berdiri cukup lama. Pasar ini awalnya dibangun sebagai pusat perdagangan yang dapat menjangkau kebutuhan barang-barang pokok harian serta kebutuhan penunjang sehari-hari dengan mudah. Lambat laun, pasar ini berkembang menjadi salah satu pasar yang cukup ramai di Surabaya, menarik pedagang dan pembeli dari berbagai daerah, tidak hanya dari Pagesangan, tetapi juga dari daerah lain di sekitar selatan Surabaya, khususnya warga Kecamatan Jambangan.

Namun, seiring dengan berkembangnya pasar ini, muncul berbagai permasalahan yang cukup serius, salah satunya adalah adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli). Pungli termasuk salah satu bentu tindakan kriminalitas korupsi. Tindakan ini merupakan tindakan melawan hukum yang diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999. Hukuman pidana bagi pelaku pungli telah diatur pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, terkhusus pada Pasal 12E, dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli berstatus PNS dapat dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.

Praktik pungli di pasar ini sering dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Mereka biasanya menganggap bahwa diri mereka memiliki kuasa untuk mengelola pasar. Tidak jarang juga praktik ini melibatkan pihak pengelola pasar dan oknum dari lembaga yang seharusnya mengatur dan mengawasi pasar. Para pelaku biasanya akan memperjualbelikan stand (tempat) para pedagang berjualan. Mereka me-mark up (menaikkan) harga stand, yang mana harga resmi dari pemkot sekitar 15-25 jutaan, tetapi oknum ini menjual pada kisaran harga 35 jutaan. Dengan membeli stand kepada pelaku pungli ini, beberapa pedagang dapat memilih stand berjualan sesuai keinginan mereka, padahal para pedagang yang stand-nya diperjualbelikan ini telah menyewa tempat  secara resmi. Para pihak tidak bertanggung jawab ini juga seringkali meminta uang kepada pedagang untuk berbagai alasan seperti keamanan, kebersihan, dan izin berdagang. Para pedagang ini dikenai pungutan biaya senilai Rp6.000 per harinya,  terkadang beberapa pedagang dipungut iuran hingga beberapa kali dalam satu harinya. Bahkan mereka bisa menghabiskan hingga ratusan ribu rupiah hanya untuk membayar iuran pungli. Tentu saja hal ini sangat merugikan pedagang. Mereka yang awalnya berdagang untuk mendapat pemasukan, tetapi malah mereka harus membayar kepada pungli untuk mendapatkan rasa aman, nyaman, dan tempat di pasar tersebut. 

Selain merugikan pedagang, praktik pungli ini acapkali juga membebani pengunjung pasar. Parkir liar adalah salah satu contoh pungutan liar yang terjadi pada pengunjung. Pengunjung yang awalnya telah menyiapkan dana untuk membeli keperluannya, tetapi karena ada pungli, beberapa dari pengunjung tersebut dengan terpaksa harus menyiapkan uang ekstra untuk membayar parkir. Para pungli ini mematok harga parkir di kisaran harga 2.000 hingga 10.000 rupiah. Meskipun keberadaan pungli ini menghantui pengunjung, tetapi banyak dari mereka tidak bersedia membayar parkir dan lebih memilih memarkir kendaraannya di pinggir jalan. Pada satu sisi, penolakan pembayaran ini bagus karena pengunjung tidak perlu membayar ke pungli, tetapi pada sisi lain, memarkir kendaraan di pinggir jalan dapat menyebabkan masalah baru, yakni kemacetan.

Aktivitas pasar dan pedagang kaki lima yang meluas hingga ke jalan raya serta kendaraan yang diparkir oleh pengunjung di pinggir jalan yang berdampak pada berkurangnya ruang untuk kendaraan melintas disinyalir menjadi penyebab sering terjadinya kemacetan di pasar ini. Tentu kondisi ini sangat tidak nyaman dan mengganggu, tidak hanya bagi pengunjung pasar, terlebih lagi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar pasar. Masalah kemacetan ini sangat mengganggu mobilitas masyarakat, terlebih lagi pada saat rush hour, yang mana terjadi pada saat orang-orang berangkat dan pulang kerja. Kebisingan akibat klakson kendaraan merupakan hal lumrah yang terjadi saat kemacetan. Penduduk yang tinggal di sekitar pasar ini merasa tidak nyaman akibat kondisi ini.

Masalah seperti pungli dan kemacetan ini lah yang berdampak pada memburuknya citra pasar tradisional sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk melakukan transaksi jual beli. Hal-hal seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, tetapi juga dibutuhkan perhatian khusus dari pihak berwenang.

Sebenarnya, saat ini terdapat peraturan untuk mengatur hal ini. Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar telah ditandatangani oleh Presiden untuk mengatasi masalah ini. Namun, kenyataannya, di lapangan masih banyak yang melakukan praktik ini. Untuk mengatasi masalah pungli dan kemacetan di pasar Pagesangan, beberapa solusi dapat diterapkan:

  • 1.Political will (kemauan politik) dari pihak berwenang untuk menindak tegas pelaku pungli

Beberapa orang sering mendesak pihak berwenang untuk memberantas pungli. Namun, pada kenyataannya, banyak oknum dari pihak berwenang malah melakukan praktik ini. Sebenarnya, pungli dapat diberantas dengan cepat, tetapi mereka tidak lakukan karena keogahan mereka dan mereka merasa tidak memiliki urgensi memberantas pungli. Maka dari itu, diperlukan political will dan kesungguhan dari pihak berwenang untuk memberantas pungli.

  • 2.Patroli dan pengawasan di pasar oleh aparat secara rutin

Mengintensifkan patroli dan pengawasan oleh pihak berwenang untuk memastikan tidak ada pelanggaran yang terjadi lagi, seperti praktik pungli dan parkir sembarangan di pinggir jalan.

  • 3.Memberikan hukuman kepada para pelaku pungli

Pihak berwenang harus menindak tegas oknum yang terlibat praktik pungli berupa memberikan sanksi dan hukuman dengan tujuan memberikan efek jera kepada mereka serta mengurangi praktik ilegal tersebut.

  • 4.Sosialisasi mengenai aturan pasar kepada pedagang

Memberikan sosialisasi kepada pedagang mengenai aturan yang berlaku di pasar, hak dan kewajiban mereka di pasar serta dampak buruk dari praktik pungli dengan harapan ketertiban dan kebersihan di pasar tetap terjaga.

  • 5.Menyediakan layanan aduan khusus pungli yang bersifat privasi

Dengan adanya layanan khusus pengaduan pungli yang bersifat privasi ini diharapkan para pedagang dan/atau pengadu dapat mengadukan praktik pungli yang mereka temui ini dengan rasa aman dan tidak terintimidasi oleh oknum-oknum pelaku.

  • 6. Lokasi khusus dan pembatasan jam operasional untuk pedagang kaki lima

Menyediakan tempat khusus bagi pedagang kaki lima agar mereka tidak berjualan di pinggir jalan yang dapat menyebabkan kemacetan. Para pedagang kaki lima ini juga bisa diberikan penetapan jam operasional, misalnya pedagang ini bisa diarahkan untuk membuka lapak di luar jam sibuk lalu lintas untuk mengurangi kepadatan di jalan pada jam-jam tertentu.

Masalah pungli dan kemacetan di Pasar Pagesangan mengganggu kehidupan sehari-hari pedagang dan warga sekitar. Pungli menambah beban ekonomi pedagang serta pengunjung, sementara kemacetan menghambat mobilitas di area pasar. Diperlukan kesungguhan, kemauan, serta kesatuan dari pihak berwenang untuk memberantas pungli. Bagaimanapun, solusi yang telah disebutkan akan sulit memberantas pungli apabila pemimpin tertinggi hierarki saja tetap membiarkan, menormalkan, dan malah mempraktikkan pelanggaran aturan untuk kepentingan pribadinya.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline