Alda dan Denny, sepasang sahabat yang sama-sama baru lulus dari bangku SMA, kini sedang berlinang air mata. Mereka yang bersahabat sejak duduk di bangku SD, kini akan memulai kehidupan baru, ya bekerja. Mereka sama-sama berpikiran untuk pergi bekerja ke kota seperti kawan-kawan di desanya Maklumlah, di desa mereka hanya ada sawah yang dapat dijadikan sebagai penghasil nafkah, namun mereka berpikiran bahwa sawah belumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Alda dan Denny kini harus berpisah, dari desa mereka yang masuk dalam wilayah Garut, mereka kini harus berpencar. Alda memilih merantau ke kota pahlawan, Surabaya dan Denny memilih pergi ke Semarang. Namun mereka telah berjanji, bila sukses nanti akan kembali. Jika perlu, mereka akan sama-sama membawa sang kekasih hati masing-masing.
Kini hari perpisahan telah tiba. Mereka sekarang sama-sama berada di Terminal Garut untuk berangkat ke tujuan masing-masing. Mereka saling berpelukan, lalu sambil tersenyum, Alda berkata “Den, berjanjilah suatu saat kita akan bertemu kembali di desa kita. Kau harus ingat juga bila raga kita sudah mulai lelah dan belum sukses di rantau, kita tidak akan menyerah”. Lalu sambil tersenym pula, Denny berkata “Iya da, aku akan ingat itu. Itu adalah janji. Kita akan bertemu suatu saat jika telah sukses nanti”.
Tiba-tiba ada suara berbunyi “Perhatian-perhatian, diberitahukan kepada penumpang bis Sura Baya Jaya tujuan Surabaya, diingatkan untuk segera menaiki bis. Terima kasih”.
Mendengar hal itu Denny pun berkata “Oh sobat, pergilah kau sekarang. Tumpanganmu sudah siap”.
“Iya sahabatku, sampai jumpa lagi” balas Alda.
Tak lama setelah itu, panggilan kepada penumpang busa tujuan Semarang juga terdengar. Denny pun langsung beranjak dari tempatnya untuk menuju bus.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Kini Denny sudah hampir sukses di kota perantauannya, Semarang. Ia kini bekerja sebagai pengusaha kuliner di kota lumpia tersebut. Ia mempunyai belasan restoran yang tersebar di beberapa wilayah kota, bahkan hingga kota Solo dan Yogyakarta. Itu semua berkat usahanya. Ia juga bersekolah kembali, dan lulus sebagai sarjana ekonomi di salah satu universitas terkenal di Kota Semarang.
Hal yang hampir sama pun diraih oleh Alda, walaupun ia memulainya dengan sedikit perjuangan. Ia sempat bekerja serabutan, seperti menjadi tukang semir di terminal, pedagang asongan di jalan, dan banyak hal lainnya. Ia pun sempat tinggal mengontrak rumah di kawasan kumuh Kota Surabaya. Tapi dibalik itu, asal ada kemauan, pasti ada jalan. Dari hasil kerjanya, sedikit demi sedikit ia kumpulkan untuk berkuliah. Ia bekerja di siang hari dan kuliah di malam hari, dan kini ia bekerja di salah satu perusahaan makelar properti terkenal yang membuka cabang di Surabaya.
Namun yang cukup disayangkan, mereka sama-sama lupa dengan janji yang ada di antara mereka dahulu. Mereka yang berjanji akan bersama kembali, tapi kini seakan sama-sama lupa akan janjinya. Mungkin mereka sama-sama sibuk, atau mereka benar-benar lupa, entahlah tak ada yang tahu tentang apa yang terjadi pada diri mereka masing-masing.
Pada suatu malam, Alda sedang sendirian di rumah. Saat itu, ia sedang bernostalgia dengan masa lalunya, sambil melihat foto-foto masa lalu. Foto pertama bergambar ia bersama ibunya yang sekarang sudah tiada, sewaktu Alda masih kecil. Foto kedua bergambar ia sedang berenang di danau bersama keluarganya. Lalu foto ketiga, foto ketiga ini membuat dia sejenak berpikir, ya di foto ini ada dia dan Denny semasa SMA. Dia sedang memikirkan, apakah ada yang ia lupa tentang Denny. Sejenak ia berpikir, berpikir, dan berpikir. Ah, sekarang dia ingat kalau dia berjanji akan bertemu kembali suatu saat di desanya saat sukses dan mungkin sekarang adalah waktu yang tepat.
Pada waktu yang sama, Denny sedang berkeliling di kawasan simpang lima, Semarang. Ia sedang menikmati suasana malam di Semarang yang tenang. Ia pun lalu mampir ke sebuah warung baso yang tidak jauh dari simpang lima, disana ia memesan semangkuk baso. Di saat yang sama terlihat beberapa anak muda yang kira-kira seumuran dengan anak SMA. Hal itu membuat Denny tersenyum karena teringat dengan masa-masa SMA-nya. “Haha”, tawa ia dalam hati. Ia teringat sewaktu teriak-teriak, bernyanyi bersama di kelas, sewaktu makan bersama dengan teman-temannya, sewaktu jalan pulang sekolah dengan Alda. “Eh, Alda?” tiba-tiba ia teringat akan janjinya dengan Alda.
Disaat keduanya sama-sama teringat, mereka langsung merencanakan kepulangan ke kampung halaman. Mereka dengan cepat mencari tiket pesawat untuk menuju kampung halaman, tujuannya tidak lain tidak bukan adalah untuk bertemu dengan sahabat.
Entah yang namanya sahabat atau bukan, tanpa adanya komunikasi, tanpa saling tahu, mereka memesan tiket pesawat di hari yang sama. Penerbangan mereka pun menuju kota yang sama yaitu Bandung, lalu menggunakan bus untuk menuju Garut. Hari keberangkatan pun tiba, Denny pun sudah siap terbang menuju kampung halamannya, begitupun dengan Alda. Selama beberapa waktu terbang, mereka sampai di Bandung dengan waktu yang nyaris tidak berbeda jauh, hanya berjarak 5 menit penerbangan mereka itu.
Mereka kini sama-sama suda tiba di Bandung, dan tidak lama lagi akan berkumpul di desa mereka. Mereka sama-sama langsung mencari transportasi menuju Garut, ya tentunya mereka masih belum sadar jika kedua sahabat ini pulang di waktu yang bersamaan.
Selama perjalanan, mereka terus mengenang masa kecil mereka. Masa dimana masih berbuat konyol, masih nakal-nakalnya, dan ah, banyak sekali cerita yang tak bisa diungkap dengan kata-kata.
Denny akhirnya tiba lebih dahulu di desanya. Ia tersenyum begitu melihat gapura batas desa “Selamat datang di Desa Cicilalang, Garut”, desa dimana ia tinggal dahulu menghabiskan masa kecilnya. Belum ada selangkah pun Denny berjalan, ada bis lain yang berhenti di dekatnya, berhenti untuk menurunkan seorang penumpang.
Penumpang tersebut turun sambil tersenyum dan matanya menatap ke depan. Denny merasa seperti mengenal orang tersebut, diperhatikannya lelaki yang berdiri tidak jauh darinya tersebut. Ia memandang kakinya, tubuhnya, mukanya, dan ah, “Alda? Itukah kau?”. Alda menghadap ke kanan, dan melihat lelaki yang menyapanya, dan dia sadar bahwa itulah Denny, sahabat karibnya dahulu hingga saat ini.
“Ah, Denny ya?” jawab Alda.
“Tak kusangka, sahabatku yang dulu terpisah kini ada dihadapanku lagi” sambung Denny.
Mereka langsung memandang, tersenyum, lalu berpelukan. Tak disangka mereka akan bertemu lagi. Mereka menepati janjinya untuk bertemu lagi, namun satu janji yang mereka tak bisa penuhi, datang bersama sang kekasih hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H