Lihat ke Halaman Asli

Kita Memilih Mudah Dihasut Media

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1389088305371305118

[caption id="attachment_304565" align="alignnone" width="300" caption="Adakah yang lebih manfaat daripada menghujat?"][/caption]

Hari-hari ini marak pemberitaan kisruh kenaikan LPG. Media-media berita Indonesia sibuk melaporkan 'jeleknya' kebijakan ini. Namun, kebanyakan opini, judul, atau redaksi berita yang ditampilkan menggiring pembaca untuk melakukan satu hal: Mencaci-maki Pemerintah.

Cobalah kita lihat, berpikir dan introspeksi Sangat disayangkan kita tumbuh menjadi bangsa yang senang menghujat. Coba kita tengok media-media informasi ketika memberitakan suatu peristiwa. Terlebih masalah politik. Nada hujatan, caci-maki, dan sinis terlontar di mana-mana. Opini dibuat untuk menggiring pembaca ikut-ikutan memberikan komentar negatif. Cobalah anda tengok kolom komentar dari suatu berita di internet misalnya, mayoritas berisi kritikan, cacian. Jarang ada yang berkomentar positif, saling memotivasi atau memaklumi bahkan memberikan ide segar nan membangun. Saya akan memfokuskan masalah politik. Cobalah kita lihat. Ketika ada pejabat berbuat benar, membuat gebrakan, atau sekadar melakukan tugasnya tapi terliput media. Kita akan nyinyir menganggap itu pencitraan, cari muka, lebay, atau segudang sinisme pribadi. Ketika mereka berbuat salah, caci-maki, sumpah serapah dan berbagai ungkapan tidak etis keluar dengan segenap emosi, seakan-akan kita sedang berlomba-lomba membuat komentar negatif terhebat, memukau, yang penting dianggap logis dan rasional. JADI APA MAUNYA KITA? Pejabat berbuat salah, dicaci-maki. Berbuat benar pun dihujat. Terus maunya bagaimana? Sepertinya lebih baik pejabat itu tidak berbuat apa-apa agar tidak diliput media sehingga tidak kena damprat dari kita. Miris. Mari kita merenung sejenak. Jika hal ini dibiarkan. Kita terus-menerus menyukai berita-berita miring nan menjatuhkan. Dari situs-situs atau akun-akun sosial media yang suka menfitnah, tidak kredibel atau bisa dipercaya. Kemudian ikut-ikutan terpengaruh berita tersebut untuk ikut berkomentar negatif –minimal men-share-kan berita tersebut ke teman. Tanpa pernah mau mencek dan klarifikasi kebenaran berita tersebut. Lama-kelamaan pola pikir dan lingkungan yang kita bangun dalam masyarakat ini menjadi tidak sehat. Lalu bagaimana negeri ini mau berubah menjadi baik jika pola pikir masyarakatnya sangat negatif semua?! Pemerintah adalah representatif suatu masyarakatnya. Ketika presiden berbuat salah. Apakah harus dihujat? Lah mayoritas dari kitalah yang memilih dia? Maka itu sama dengan secara tidak langsung kita menghujat diri kita sendiri. Apakah dengan mengeluarkan uneg-uneg negatif yang kita anggap brilian itu semua masalah terselesaikan? Nihil. CARA MEMPERBAIKI SISTEM YANG RUSAK BUKAN DENGAN SEKEDAR MEMBERIKAN KRITIK, TAPI IKUT ANDIL, TURUN TANGAN MEMPERBAIKINYA. Jika anda tidak bisa ikut memperbaikinya, TIDAK PERLU BERKOMENTAR NEGATIF, itu sudah membantu, syukur-syukur bisa memotivasi, memberikan sumbang saran atau kritik positif. Sekali lagi, bukan negatif. Itu langkah kecil dari memperbaiki masalah di atas. Tulisan ini bentuk keprihatinan dan kekesalan melihat mudahnya kita terperdaya dengan berita-berita yang menggunakan bahasa heboh –tapi negatif, mendewa-dewakan akun sosial media yang senang menjatuhkan dan mengumbar aib (kalau tidak disebut fitnah tapi dengan bukit yang terkesan valid) seperti triomacan2000, atau mudah percaya dengan situs-situs yang tidak kredibel atau provokatif memberitakan masalah politik seperti "merdeka". Yang menyedihkan, tidak sedikit situs tersebut menggunakan embel-embel Islam atau memang website Islam seperti voa-islam atau dakwatuna. Maaf. Saya sudah kesal. Sedih melihatnya. Saran saya untuk website islam itu, sudahlah antum-antum fokus membahas masalah keislaman dengan cara yang etis, membangun pola pikir Islam yang terkenal santun dan positif kepada para pembacanya. Bukan latah ikut menghujat sana-sini karena dicap berbeda ideologi atau bahkan SARA. Bagaimanapun juga, saya tidak menganggap situs-situs tersebut tidak baik. Tapi ketika membahas politik cenderung tidak mencerminkan bahwa mereka adalah situs Islam. Huffh… Dan hemat saya kepada teman-teman. Agar tidak mudah terbawa berita-berita bernada miring. Yang membuat kita bersemangat untuk ikut-ikutan memandang negatif seseorang. Sebelum kita benar-benar mengeceknya dengan data yang akurat. Bukankah Allah sudah mengingatkan kita agar tidak mudah percaya suatu berita sebelum "tabayun"/verifikasi? SYUKRAN ABe's Note NB: gambar hanya permisalan, cobalah anda ganti tema "jihad" di atas menjadi "politik, pemerintahan, atau pejabat."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline