Ada apa dengan pedesaan?
Kenapa dianggap memiliki nilai yang lebih baik ketimbang perkotaan?
Bagaimana kita menilai desa dan kaum petani selama ini?
Dan bagaimana kita mengabaikan aktivitas warga perkotaan yang dianggap kurang baik?
Di tahun politik yang ngelawak ini, banyak sekali tokoh pejabat yang mulai melucu. Mulai dari kasus Piala Dunia U20 yang gagal diselenggarakan di negeri ini, akibat lidah yang tak bertulang, sampai ungakapan tokoh lain soal panasnya suhu politik yang banyak diberitakan di televisi, dan media digital lainnya.
Belum lagi kunjungan Bapak Jokowi ke Lampung yang sengaja melintasi jalanan berlubang di sana, menjadi tontonan publik untuk menuai citra. Padahal jalanan yang bagus sudah disiapkan demi lancarnya kunjungan tersebut.
Melalui strategi adopsi dari Bandung Bondowosi dalam membuat seribu candi ini, jalanan yang kabarnya dikebut untuk menyambut kedatangan bapak nomor satu ini malah bukan jadi pilihan utama. Padahal ada hal lain selain jalanan berlubang yang butuh kunjungan dari bapak presiden, salah satunya adalah saudara dekat jalanan itu sendiri yaitu selokan, gorong-gorong, atau disebut juga sebagai saluran air.
Kita pernah tidak sih menanyakan soal, kenapa gorong-gorong selalau dibuat belakangan setelah infrastruktur lain berhasil dibangun lebih dahulu. Contohnya seperti ketika kita keluar rumah hendak berangkat kerja, tahu-tahu jalanan yang biasa kita lewati terjadi penggalihan lubang gorong-gorong untuk saluran air. Alhasil, perjalanan kita menuju kantor menjadi agak tersendak. Seharusnya kan saluran air dibuat lebih dahulu sebelum membuat jalanan, atau perumahan. Tapi ini lok malah kebalikannya.
Jadi wajar saja jika setiap habis selesai dicor atau diaspal tidak menunggu waktu lama kondisi jalanan kembali hancur seperti sedia kala. Kenapa tidak ada yang memikiran pembuatan gorong-gorong terlebih dahulu baru membuat jalan raya?
Jadi teringat kalimat bapak nomor 1 kita saat berkunjung ke Lampung sana, keberadaan infrastruktur itu berpengaruh pada lajunya pertumbuhan perekonomian terutama jalan raya untuk angkutan logistik dan orang. Dari sanalah kira-kira kenapa cuman jalanannya saja yang lebih dahulu dipikirkan.
Sayang sekali, masalah kondisi jalan di Lampung sana telah menjadi parodi yang serius di saat tahun politik berlangsung. Bukan hanya menjadi bahan guyonan orang-orang di media sosial, jalanan berlubang disebut sebagai sebuah kearifan lokal. Karena umumnya jalanan yang demikian hanya ditemukan di daerah-daerah terpencil. Seperti kecamatan, atau pedesaan. Sehingga masyarakatnya pun terlalu sabar, tabah dan pasrah, sebab mereka kerap berpikir jikalau semua yang terjadi pasti ada hikmahnya.
Jarang kita temukan jalanan rusak di depan kantor kabupaten, atau jalanan rusak di depan kantor samsat, pasti yang rusak ya dipelosok. Kalau tidak, paling-paling diaspal atau dicor sebagiannya saja, sebagiannya lagi rusak parah.
Biasanya jalanan daerah yang halus cuman di awal masuk daerah tersebut saja, begitu sudah masuk tengah-tengah wilayah roda emat atau roda dua harus siaga selalu untuk menghindari lubang.