Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Yus Yunus

Sastrawan, dan Teaterawan

Pembaca Hujan: Duka, dan Kemalangan

Diperbarui: 4 Maret 2023   14:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pribadi

Kenapa melulu puisi tentang  hujan?

Kenapa lagi-lagi makna tentang hujan?

Kenapa hujan sebetas sendu dan lara?

Kenapa banyak penulis menulis tentang hujan?

Apa salah hujan?

Hujan terus mengguyur di berbagai wilayah, Desember yang mendung dan segala imajinasi pergantian akhir tahun. Setidaknya ada banyak jutaan masyarakat yang menunggu tahun yang akan datang dengan mudik ke kampung halaman di tengan badai hujan. Mereka tidak menunggu hujan sebagai gambaran utopis, mereka memanfaatkan waktu libur mereka yang panjang walaupun cuma beberapa hari. 

Sementara alam tidak pernah berkompromi dengan tujuan manusia menjelang akhir tahun. Namun hujan yang terus menerus turun di negeri beriklim tropis ini malahan menjadi simbol tersendiri. Kita dapat menemukannya pada seuntai atau sekumpulan puisi tentang hujan, atau melalui cerpen dan novel yang juga membahas tentang kesenduan di balik hujan.

Tapi kenapa hanya sebatal simbol dan makna tentang hujan? Kenapa hujan dimaknai dengan sesuatu yang lara, dan menyedihkan? Padahal hujan di bulan Desember ini bagi orang yang percaya dengan Natal dan berbahagia dengan tahun baru adalah sebuah anugerah tersendiri.

Kenapa hanya hujan saja yang ditulis oleh kebanyakan penulis populer kita?

Kenapa hujan begitu sangat difavoritkan oleh banyak orang, yang padahal pembaca kita sudah terlalu sedikit. Siapa pula yang membuat hujan sekedar simbol? Bukankah hujan ini bukanlah simbol apa-apa. Ia turun karena kehendak alam. Tidak ada orang yang salah karena telah menulis sesuatu, tetapi pertanyaannya kenapa Ia menulis itu? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline