Lihat ke Halaman Asli

Admin

Read To Write

Akibat Polling, Pilihan Masyarakat Terbingkai Secara Hitam-Putih

Diperbarui: 2 Desember 2022   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muhamad Tonis Dzikrullah (Makhluk Tuhan Paling Seksi)

Polling, apa artinya? Secara bebas saya ingin mengartikan sebagai "Jajak Pendapat", atau lebih pas "Jajak Pilihan".  Maaf, kalau pemaknaan secara bebas ini salah (tolong dikoreksi).


Lalu, untuk apa sebenarnya dan sesungguhnya polling dilakukan? Dan untuk siapa? Dengan kata lain, untuk kepentingan siapa dan untuk apa polling dilakukan? Dari pertanyaan tersebut jelas kiranya, ada subyek yang berada di balik kepentingan diadakannya polling. Subyek bisa berupa individu maupun kelompok.

Dalam konteks elektoral, polling atau jajak pilihan dilakukan untuk mengukur sejauh mana dan sebesar apa tingkat keterpilihan si Subyek yang berkepentingan. Pastilah yang utama dari sisi kuantitas atau jumlah yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk prosentase sebagai konsekuensi model sampling.

Polling itu wajar saja, asal dilakukan sebatas kepentingan subyek untuk mengukur tingkat keterpilihannya. Dan, mestinya sebagai bagian dari strategi, hasilnya tertutup, cukup diketahui oleh pelaksana teknis dan si subyek bersama timnya.

Adalah menjadi janggal dan tidak wajar manakala hasil polling justeru dipublikasikan. Untuk apa? Taruh kata misalnya, di salah satu sektor tingkat keterpilihan si subyek rendah. Nah, lantas dicari sebabnya, apa kekurangannya, mengapa di sektor tersebut tingkat keterpilihannya rendah. Kemudian dicari jalan keluarnya, dan seterusnya. Kira-kira begitulah kebutuhan dan kepentingan polling.

Nah, menjadi aneh ketika hasil poling justeru diumbar dipublikasikan. Kepentingan atau motiv apa yang melatar belakangi? Ini bentuk kebodohan, atau kesengajaan dengan motiv tertentu? Kalau kebodohan, tentu tidak lah. Lembaga-lembaga penyelenggara polling banyak dinakhodai para pakar lengkap dengan predikat PhD nya. Lalu apa? Pastilah ini kesengajaan dengan kepentingan atau motiv tertentu. Entah.

Hasil polling sengaja dipublikasikan agar publik melihatnya. Apa artinya? Ya publikasi, kata atau bentuk lain dari kampanye. Jelas, apalagi manakala polling adalah order dari individu yang hendak menapak menjadi kandidat. Mudah ditebak, hasilnya akan menempatkan nama si pemberi order di urutan/ranking teratas. Sim salabim seperti itu mudah dibuat, karena metodologi polling bisa ditekuk-tekuk secara luwes, baik dari model pemilihan sampelnya hingga model/jenis pertanyaannya. Bahkan hasilnya pun masih bisa diplintar-plintir. Nah pada wilayah ini, polling sudah bergeser fungsi ke kampanye dan penggiringan pilihan atau setidaknya pengarahan opini.

Disadari atau tidak, polling-polling itu telah membingkai secara hitam - putih pilihan masyarakat. Dalam situasi yang makin memanas, gegara polling gesekan kecil bisa menyulut terjadinya pembelahan dalam masyarakat.

Masih percaya polling? Boleh lah, tapi jangan terlalu percaya. Kalau mau lebih mendekati obyektivitas, lakukanlah sendiri secara sederhana. Sesekali nongkrong di warung kopi, atau duduk ngobrol di Angkringan dengan tukang becak. Bolehlah ke pematang sawah bincang-bincang dengan para petani. Di lapangan riil semacam itu, kita bisa memperoleh gambaran asli keinginan masyarakat tanpa polesan akademik dan paket-paket kepentingan di luar kepentingan rakyat itu sendiri.

Bila pilihan memang bisa diukur dengan polling, ya cukup dengan polling saja tanpa perlu Pemilu. Jelas ini jauh lebih murah dari sisi pembiayaan. Sepanjang margin of errornya rendah cukup representatif kan? Halah, ini cuma kesimpulan naif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline