Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Kisah Perantau dari Pohon Jomlo Kampung Bolanggi

Diperbarui: 31 Januari 2022   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

25/01/2022
Bersahabat dengan alam, intelektual dan perjuangan. Itulah kami bertiga yang misteri di awal paragraf dan tampak jelas di akhir.

Angin yang sepoi-sepoi, pemandangan langit kota Daeng yang indah serta suasana berdiskusi dengan sahabatku Gussola sang aktifis.

Bintang bintang dilangit ibarat kan seperti proses perjuangan yang telah kami lewati di kota Daeng, sangat banyak namun indah dikenag.

Kopi hitam pekat pada termos yang terdapat logo Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) adalah yang mensupor dinginnya malam.

Didepan api unggun yang tepatnya di depan tenda berwarna kuning berukuran 4 orang kami duduk dan berdiskusi

"Lama sekali mi kita tinggal di sini di.!
Itu sudah" jawab sahabat ku Gussola

Kami tinggal di kampung bollangi sejak tahun 2019 sampai sekarang, selain indahnya pemandangan dari pohon jomlo ramah dan baiknya orang bollangi juga akan selalu kami kenang.

"Apa na ca sangat terkesan menurut hau selama ce bollangi? Saya bertanya kepada sahabatku Gussola menggunakan bahasa Manggarai campur Bahasa Indonesia.

Menurut dia yang paling terkesan adalah saat dia dikader oleh organisasi Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) di gedung  Pusdiklat Unismu Makassar.

Disana dia belajar banyak hal tentang Muhamadiyah, Organisasi dan di gedung Pusdiklat Unismu Makassar itu jugalah dia mengagumi seorang sahabatnya yang menurutnya dia Soleha dan cerdas

Ehem.. kita kembali ke paragraf pertama, dari tadi yang dibahas kami berdua padahal jelas sekali yang betul adalah kami bertiga, namanya Safri sahabatku yang religius dan paling sabar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline