Polisi nya polisi-polisi an, TNI nya TNI-TNI an, Menhan nya Menhan-Menhan an, KASAL nya kasal-kasal an, KASAD nya kasad-kasad an, kiyai nya kiyai-kiyai an, suku nya suku-suku an. ada Sunda Betawi, Dayak, Papua, Jawa dsb.
Kaum Ibu, bapak, petani, pedagang, dokter, pelajar, ibu rumah tangga, anak-anak juga dewasa dengan berbagai aneka busana dan warna, dihari yang cerah ini berkumpul dalam satu barisan. untuk turut memeriahkan HUT kemerdekaan RI ke 78 Dalam kampung kecil di pinggiran Kota Pandeglang. tepatnya Di Kp.Kadukalapa RT 01/02 RW 02 Desa; Pakuluran, Kecamatan Koroncong Kabupaten Pandeglang Banten.
Meski peserta upacara semuanya berakhiran -an, tetapi kegiatan kami bukan upacara-upacara an. apalagi guyonan.
Ya. acara ini sudah berlangsung dan menjadi rutinitas di kampung halaman kami, di setiap tanggal 17 agustus. hari dimana Indonesia dinyatakan merdeka secara de jure dan de facto Di Jakarta.
Rutinitas ini digagas oleh pemuda-pemudi Kp.Kadukalapa sebulan sebelum hari H. mulai proses pengumpulan biaya yang diambil dari urunan semampunya, sumbangan dari donatur, merias kampung secantik mungkin dengan memasang umbul-umbul, bendera merah putih dan aksesoris lainya, merias penampilan diri, mempersiapkan fasilitas upacara, konsumsi, dokumentasi dsb.
Di kesempatan Peringatan HUT RI ke 78 kali ini, kebetulan penulis didapuk sebagai pembina upacara. sekalipun upacara kelas kampung, ini merupakan satu kehormatan yang luar biasa. sensasinya serasa menjadi presiden RI 1 jam hehe. sehingga tidak mengurangi rasa khidmat sedikitpun.
Dalam sesi penyampaian amanat sebagai pembina upacara, penulis memaparkan bahwa peserta yang kesemuanya berakhiran -an ini bukan semata yang tidak memiliki makna, suasana ini disini hanya ingin menunjukkan bahwa dahulu ketika anak bangsa merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia semuanya terjun ke Medan pertempuran. mulai Ibu-ibu, bapak-bapak, TNI, Polisi, Kiyai, Santri, Pelajar, Petani, Pedagang, Tua muda, bahkan yang punya balita pun tak sempat mengurus anak lalu akhirnya ikut dibawa ke Medan tempur, ikut andil dalam kemelut peperangan yang sebenarnya tidak seimbang jika harus dibandingkan dengan Belanda dengan persenjataan yang lengkap, sedangkan kita anak bangsa hanya bermodal bambu runcing. golok dan alat perang tradisional lainya. tapi ternyata persatuan diatas segalanya. dibanding lengkapnya persenjataan belanda. hingga kita merdeka, bisa hidup dan ibadah dengan tenang tanpa todongan senjata.
Penulis sebagai pembina upacara juga menyampaikan bahwa Pandeglang Banten harus bangga. karena di tanah jawara ini, tanah yang membesarkan kita, banyak dilahirkan orang-orang hebat, dan pemberani. mereka para pejuang yang rela mengorbankan jiwa raganya demi satu kata MERDEKA.
Sebut saja pahlawan kemerdekaan dari kalangan ulama yaitu KH.Tb.M. Wase' al-Bantani, Abuya Dohari Pakuluran, Abuya Abdul Halim kadupeusing, Abuya Muqri dll.