Tarigan menjelaskan bahwa metafora adalah gaya bahasa yang digunakan untuk membandingkan dua hal yang berbeda secara implisit, tanpa menggunakan kata-kata penghubung seperti "seperti" atau "bagai". Menurut Tarigan, metafora bersifat padat, singkat, dan tertata rapi, sehingga memungkinkan seseorang untuk mengungkapkan ide yang kompleks atau menggambarkan suatu sifat dengan cara yang lebih jelas dan dramatis.
Dalam metafora, kata atau kelompok kata digunakan bukan dengan makna harfiahnya, melainkan sebagai gambaran yang memiliki persamaan atau perbandingan dengan hal lain. Contohnya adalah:
"Pria yang sukses itu dulunya dianggap sampah masyarakat." Di sini, "sampah masyarakat" bukanlah arti sebenarnya, tetapi menunjukkan bahwa pria tersebut dulu dianggap tidak berguna atau merugikan.
"Perusahaan itu bangkrut karena ulah tikus berdasi." Kata "tikus berdasi" menggambarkan orang-orang yang korup atau tidak jujur dalam perusahaan tersebut.
"Harta yang paling berharga adalah keluarga." Dalam hal ini, "harta yang paling berharga" adalah keluarga, menggambarkan betapa berharganya mereka dalam hidup seseorang.
"Harapan merupakan cahaya yang akan menerangi jalan hidupmu." Kata "cahaya" di sini bukanlah cahaya fisik, melainkan simbol untuk harapan yang memberikan panduan dan arah.
"Buku menjadi jendela dunia bagi pembacanya." "Jendela dunia" menggambarkan bahwa buku memberi wawasan dan pengetahuan kepada pembaca.
Pernyataan juga menyebutkan bahwa metafora sering kali singkat, seperti pada frasa "Waktu adalah pencuri," yang menggambarkan sifat waktu yang dapat "mencuri" berbagai hal dari kehidupan tanpa kita sadari. Metafora digunakan untuk menciptakan gambaran yang kuat dalam pikiran pembaca, menekankan sifat tertentu, atau menyampaikan ide yang rumit dengan cara yang lebih sederhana dan efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H