Lihat ke Halaman Asli

Kasus Pelecehan Seksual di Lingkungan Pendidikan Islam: Tantangan dan Strategi

Diperbarui: 5 November 2024   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pelecehan Seksual merupakan tindakan perundungan yang tidak di harapkan atas
dasar maksud tujuan tertentu baik secara nyata maupun di dunia maya. Tindakan
perundungan seksual ini seperti sodomi, incest, pemerkosaan bukan bersifat
kekerasan dalam hal fisik seperti membunuh, dan memukul. Melainkan bersifat
mengintimidasi seseorang dengan tujuan untuk melampiaskan hawa nafsunya
semata. Ada dua kemungkinan akan terjadinya pelecehan seksual dalam
Pendidikan Islam. Pertama, atas dasar suka sama suka. Hubungan ikatan
batiniyah antara satu dengan yang lain saling mencintai yang tertanam di hati
nuraninya sendiri tidak bisa dipisahkan. Salah satunya Guru yang menjalin
hubungan gelap dengan muridnya sendiri bertahun-tahun lamanya, tumbuh rasa
cinta karena terbiasa. Motif dari permasalahan tersebut artinya telah
direncanakan. Tindakan asusila ini disebabkan oleh krisis ekonomi, hubungan
yang buruk antara orang tua dengan anak, pengawasan yang kurang, serta
rendahnya penanaman nilai-nilai moral dalam Ajaran Agama.

Yang kedua, memaksa. Adanya suatu ancaman yang dilakukan oleh Guru
tersebut membuat santri atau peserta didik ketakutan, traumatis berimbas kepada
orang tua yang tidak bisa mengajarkan nilai-nilai agama dengan baik kepada
anak. Padahal, tujuan dimasukkan seorang santri atau peserta didik ke Lembaga
Pendidikan Islam yaitu untuk menjadikan suri teladan yang baik bagi masyarakat
luas. Terjadinya pelecehan seksual disebabkan oleh beberapa alasan tersebut
diantaranya pertama, peserta didik diajarkan praktik tasawuf (membersihkan,
menyucikan diri secara batin) di dalam ruangan tertutup. Kedua, mengajak
peserta didik untuk menghadiri berbagai kajian untuk ceramah. Alasan-alasan
inilah yang berujung kepada tindakan pelecehan seksual. Kekerasan seksual yang
dialami oleh santri atau peserta didik mengakibatkan pada psikologis anak
berkepanjangan. Peserta didik atau santri menjadi lebih tertutup akan halnya
peristiwa kelam tersebut, dikarenakan guru yang mengancamnya, menjanjikan
janji manis untuk mendapatkan nilai bagus. Padahal semua ini dapat diraih sesuai
dengan cara yang baik, berlandaskan pada nilai-nilai syari'at Islam.

Banyaknya kasus pelecehan seksual terjadi yang tidak dilaporkan di kalangan masyarakat luas karena stigma negatif, buruknya pandangan masyarakat luas akan halnya kasus-kasus tersebut. Sehingga terjadi tantangan dalam menghadapinya. Tantangan terbesar ialah kurangnya kesadaran moral, ketidakpastian hukum, dan rendahnya pola pikir sumber daya manusia yang tercermin pada aspek perilakunya Guru itu diguguh dan ditiru setiap perkataan, perbuatan di kehidupan keseharian. Kalau Gurunya saja menyimpang, bagaimana dengan perilaku muridnya? Tentu jauh sekali dari hakikat kebenaran. Oleh sebab itu, pihak orang tua harus melakukan pengawasan secara ketat terhadap anak- anaknya baik di sekolah, di rumah maupun di dunia maya.

Adapun strategi yang dapat mengantisipasi terjadinya pelecehan seksual di lingkungan pendidikan Islam diantaranya sebagai berikut:

1. Memberikan education sex pada anak

Peran orang tua dalam pengajaran pendidikan seks ini sangat penting, apabila ada seseorang melakukan tindakan seksual itu disebabkan oleh rendahnya pendidikan seks yang ada pada dirinya. Maksudnya ialah dengan mempelajari sistem pada anggota badan, beserta dengan sebab dan akibatnya. Penanaman nilai-nilai ini membuat sang anak akan menyadari betapa berbahayanya seks bebas yang bisa berujung kepada kehamilan, mencoreng citra nama baik, kejahatan seksual, merugikan diri sendiri, gangguan kesehatan: HIV, AIDS, dan mendapatkan dosa besar. Jadi, sebagai orang tua harus menanamkan nilai-nilai pendidikan seks ini sedini mungkin. Dalam konteks secara sistemnya saja, bukan kepada pola praktiknya.

2. Penanaman nilai-nilai moral dalam Agama dan pendidikan karakter sejak usia dini

Pada saat masuk usia remaja, inilah usia labil manusia. Hal baik dianggap buruk, hal buruk dianggap baik. Jika tidak mengerjakan, maka akan dikatakan asing tidak sesuai pada perkembangan zaman. Pihak orang tua, dan keluarga menjadi garda terdepan untuk menjaga masa depan sang anak, penanaman nilai-nilai moral yang dimaksud yaitu diajarkan untuk bersikap jujur, adil, tanggung jawab, amanah. Sedangkan pendidikan karakter sejak usia dini yang dimaksud ialah pengajaran orang tua untuk menggambarkan perilaku yang baik sesuai degan Al-Qur'an dan Hadis contohnya seperti menjalankan perintah shalat, membayar zakat, berpuasa, mengikuti kajian para ulama terkemuka dari hal-hal dasar ini maka akan timbul rasa bersalah apabila seorang anak melakukan tindakan yang tida sesuai dengan ajaran Agama, tetapi semua yang telah diajarkan itu tidak bisa menjadi jaminan anak akan aman, semua itu tergantung pada niat serta individunya masing-masing dalam menjalankan prinsip-prinsip kehidupan.

3. Membatasi anak dalam penggunaan teknologi

Penggunaan gawai yang berlebihan juga banyak memberikan mudharat kepada anak, anak menjadi lebih malas tidak mau membantu kedua orang tuanya, dan anak cenderung lebih sibuk pada urusan dunia Maya ketimbang dunia nyata. Ini merupakan sebuah ketimpangan yang terjadi antara dua kehidupan yang saling berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu, sebagai pihak orang tua atau keluarga maka batasilah waktu bermain gawai untuk anak dalam sehari, misalnya 2 jam dalam 1 hari, batasan waktu ini berfungsi agar sang anak tidak lupa terhadap pekerjaan rumahnya, setiap kegiatan telah diatur seoptimal mungkin dari waktu tidur hingga tidur lagi.

4. Menegakkan hukum Hak Asasi Manusia (HAM) di setiap kasus pelecehan seksual

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline