Pada bulan November tahun 2020, Pemerintah dibantu 6 lembaga riset pemerintah dan perguruan tinggi, yakni LBM Eijkman, LIPI, UI, ITB, Unair, dan UGM, serta EIJK, berencana membuat vaksin dalam negeri yang diberi nama vaksin merah putih.
Vaksin Merah putih adalah vaksin yang didapat dari virus asli yang dimatikan, virus yang dimatikan ini berasal dari virus yang menyebar di Indonesia sehingga diharapkan lebih cocok dan efektif untuk orang Indonesia. Selain untuk pencegahan penularan virus Corona, vaksin merah putih juga bisa dipakai sebagai Booster vaksin.
Produksi vaksin merah putih diharapkan dapat berdampak baik pada kemajuan riset dan industri dalam negeri. Dengan ini, maka akan meningkatkan devisa negara melalui pasar ekspor dan mengurangi ketergantungan pada vaksin buatan luar negeri yang didapat melalui ekspor dengan dana triliunan rupiah. Jika vaksin merah putih berhasil di produksi, maka harga per dosisnya hanya sekitar Rp 14.000 – Rp 28.000 saja. Tentu saja harga itu terbilang murah jika dibandingkan dengan harga vaksin dari luar negeri, contohnya Sinovac yang harga per dosisnya Rp 200.000.
Pada awalnya produksi vaksin merah putih mendapat sambutan positif dari banyak kalangan terutama dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Panjaitan. Banyak Perusahaan Swasta di Indonesia menginvestasikan dananya untuk vaksin merah putih ini yang rencananya bisa digunakan masyarakat luas pada pertengahan tahun 2022.
Di tengah produksi vaksin merah putih, tiba-tiba bapak Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Panjaitan mengumumkan akan segera membangun pabrik vaksin asal China yang rencananya dibangun pada pertengahan tahun 2022. Jika dipikir secara logika, saya pun heran mengapa mau membangun pabrik vaksin asal China ?, sementara pada pertengahan tahun 2022 juga vaksin merah putih akan digunakan secara luas pada rakyat Indonesia.
Bukankah pemerintah dengan vaksin merah putih ini rencananya akan mengurangi ketergantungan terhadap produk vaksin dari luar negeri. Dampak dari hal ini akan memperluas pasar komersial vaksin buatan China tersebut dan bukannya pasar komersial vaksin dalam negeri. Pemerintah jangan menganggap bahwa vaksin asal China tersebut lebih ampuh karena harganya lebih mahal dari harga vaksin merah putih, pemerintah juga harus memperhatikan dari segi kualitas dan nilai dari kebanggaan menggunakan produk dalam negeri.
Konsistensi pemerintah mulai dipertanyakan terkait hal tersebut, karena sebelumnya pemerintah mendukung penuh produksi vaksin merah putih segera diproduksi dan digunakan secara luas oleh rakyat Indonesia namun juga berencana membangun pabrik vaksin asal China padahal pembangunan pabrik vaksin merah putih juga belum diumumkan dan direncanakan sampai saat ini. Dengan ini, maka pemerintah terkesan lebih suka pada produk asing daripada produk dalam negeri. Pemerintah juga terkesan lebih mengutamakan investasi dari luar negeri daripada dampak dari produksi vaksin merah putih terhadap kemajuan riset dan industri dalam negeri.
Secara terus terang, saya tidak mengerti terhadap logika dari pak Luhut tersebut karena sederhananya kita bersama harus terus menggenjot produksi vaksin merah putih ini yang saat ini akan melakukan uji klinis tahap 1-3 dengan berbagai kebijakan yang ditetapkan pemerintah dan bukannya belum apa-apa malah sudah berencana membangun pabrik vaksin asal China padahal pabrik vaksin dalam negeri juga belum direncanakan sebelumnya. Menurut saya pribadi, pemerintah lebih tergiur dengan prospek kemajuan investasi dari pabrik vaksin asal China tersebut, daripada prospek kemajuan dari vaksin dalam negeri yang bila didukung secara penuh akan mendapat banyak keuntungan terhadap negara.
Pembangunan pabrik vaksin asal China tersebut juga nantinya terkesan seperti menggerogoti pasar domestik di Indonesia dengan produk luar negeri padahal bila pemerintah tidak mengekang erat produk dari industri dalam negeri dengan berbagai kebijakan yang rumit, pasar domestik di Indonesia akan dipenuhi produk Indonesia yang nantinya akan semakin meluas ke berbagai negara dan secara tidak langsung menambah devisa dan PDB Indonesia.
Jika pemerintah lebih fokus pada produksi vaksin dalam negeri, kami para mahasiswa juga akan mendukung produksi itu, tapi dengan rencana pembangunan pabrik vaksin asal China itu, kami jadi ragu terhadap konsistensi pemerintah terhadap produksi vaksin merah putih ini, apakah hal itu nantinya akan didukung atau malah akan diacuhkan. Secara logika, rakyat juga akan lebih bekerja keras demi Indonesia asal kerja keras mereka didukung oleh pemerintah dengan berbagai fasilitas dan kebijakan yang menguntungkan bagi mereka. Tetapi bila pemerintah tidak mendukungnya, maka rakyat Indonesia akan mulai malas bekerja keras untuk Indonesia karena mereka menganggap bahwa perjuangan mereka sia-sia dilihat dari sikap pemerintah yang seakan-akan lebih mendukung produk luar negeri.
Bila diperhitungkan dengan seksama, vaksin merah putih ini sebenarnya bisa menguntungkan terhadap negara karena biaya per dosisnya lebih murah dan keefektifannya tidak perlu ditanyakan lagi, dengan begitu maka kembali lagi terhadap sikap dan kebijakan dari pemerintah yang akan terus mendukung produksi dalam negeri atau malah lebih memilih nilai investasi dari produk luar negeri.