Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Nur Hasani

Guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Andong

Budaya Positif dan Ikhtiar Layanan Pendidikan Terbaik

Diperbarui: 20 Agustus 2024   06:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

/1/

Berbicara tentang pendidikan Indonesia, tidak bisa lepas dari membicarakan peserta didik dan guru, dan interaksi keduanya. Peserta didik dengan keunikannya, dan guru dengan segudang aktivitasnya, diharapkan dapat bertemu pada titik interaksi yang positif.

Dalam penerapan kurikulum merdeka, lebih spesifiknya adalah modul 1.4. yang telah dipelajari penulis sebagai proses pendidikan Calon Guru Penggerak, terdapat istilah budaya positif. Budaya positif ini, menjadi 'target' bersama untuk dapat ditegakkan oleh seluruh warga sekolah sebagai 'jaminan' kemanan dan kenyamanan dalam aktivitas pendidikan sehari-hari, utamanya peserta didik.

/2/

Melalui artikel ini, penulis mencoba mengutarakan pemikiran, pengalaman, refleksi, terkait budaya positif. Hal itu, kemudian sebagai bentuk keyakinan baru, budaya positif sebagai keyakinan yang dijalankan, bukan sebagai aturan yang dipaksakan.

Pemahaman Penulis terkait Isi Modul 1.4.

Kuncinya ada pada guru. Untuk dapat menegakkan disiplin positif, yang telah menjadi kesepakatan bersam warga sekolah, khususnya peserta didik, guru tentunya memahami segenap perangkat pengetahuan mengenai berbagai instrumen yang berkaitan dengan budaya positif itu, antara lain teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi.

Lazim jika peserta didik akan menghadapi problematika dalam hidupnya, termasuk di dalamnya dalam menjalani kehidupan sosial di sekolah. Tingkat emosional yang masih labil, serta kontrol diri yang masih kurang, seringkali ia akan berbenturan dengan teman-temannya. Bahkan, tidak jarang juga ia akan melakukan tindakan di luar norma yang berlaku di sekolah. Tidak jarang pula, baik sengaja ataupun tidak ia berbenturan dengan budaya positif yang telah ada di sekolah.

Persoalan ini sangat mungkin terjadi karena ada ragam sebagian kebutuhan dasarnya yang tidak terpenuhi. Ada lima kebutuhan dasar, (1) kebutuhan bertahan hidup, (2) kebutuhan kasih sayang dan bisa diterima, (3) kebutuhan penguasaan, (4) kebutuhan kebebasan, dan yang (5) kebutuhan kesenangan.

Apabilan satu atau beberapa kebutuhan dasar itu tidak terpenuhi, maka akan berpotensi timbul konflik yang ditimbulkan peserta didik bersangkutan. Dorongan yang mucul, baik dari dalam dirinya sendiri (motivasi internal) dan dari luar dirinya (motivasi eksternal), juga bida menjadi pemicu.

Dan, untuk dapat mengatasi persoalan itu, seorang guru tentu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pendekatan secara tepat. Misalnya, guru tersebut tahu betul posisi kontrol apa yang dibutuhkan untuk dapat menemukan solusi terbaik: menyukseskan siswa. Ada lima posisi kontrol, menurut William Glasser, guru sebagai penghukum, guru sebagai pembuat rasa bersalah, guru sebagai teman, guru sebagai pemantau, dan guru sebagai manajer. Dari kelima posisi kontrol ini, dan atas dasar masalah yang ada, apa kira-kira posisi paling tepat untuk menylesaikannya. Simpulan pemahaman dari penulis setelah mempelajari modul 1.4. posisi yang tepat dan ideal adalah posisi manajer.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline